Selasa 03 Apr 2018 13:12 WIB

Azan, Dicetuskan Umar Dikumandangkan Bilal

Umar menyarankan panggilan shalat memakai suara manusia, bukan terompet atau lonceng.

azan (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
azan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Azan merupakan syiar Islam untuk memanggil umat Islam guna melaksanakan shalat wajib lima waktu. Pencetus azan sendiri adalah Umar ibn Khathab yang mendapatkan ilham dari Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui mimpinya.

Dikutip dari buku yang berjudul ‘The Great of Two Umars’ karya Fuad Abdurrahman, awal mula munculnya azan yang hingga kini dikumandangkan di seluruh penjuru dunia adalah dulu ketika umat Islam masih berjumlah sedikit, maka tidak sulit unutk mengumpulkan mereka guna melaksanakan shalat berjamaah.

Dengan bertambahnya umat Islam dan kesibukkan yang beragam, membuat sebagian dari mereka lalai untuk melakukan shalat tepat pada waktunya. Untuk mencari solusi agar umat Islam dapat melaksanakan shalat tepat waktu, maka sebagian para sahabat kemudian memberikan saran kepada Rasulullah.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ingin menggunakan terompet seperti orang Yahudi untuk memanggil kaum Muslim, tetapi beliau tidak menyukai terompet. Ada yang menyarankan untuk menyalakan api di tempat tinggi, sehingga mudah dilihat oleh orang-orang ataupun asapnya bisa dilihat dari kejauhan. Lalu ada yang mengusulkan lonceng sebagai penanda tiba waktu shalat sebagaimana orang Nasrani.

Untuk membuat lonceng itu, Umar diberi tugas membeli kayu, saat itu dia sedang tidur di rumahnya. Setelah bangun dan tahu tentang rencana lonceng itu, ia berkata, “Jangan gunakan lonceng, tetapi untuk shalat serukan azan!”

Umar tidak ingin bila Islam tercemar oleh berbagai budaya kaum kafir. Esoknya, Umar pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan memberitahukan mimpinya. “Ya Rasulullah, semalam aku seperti bermimpi tentang laki-laki berpakaian hijau lewat di depanku membawa lonceng.

Maka, Umar bercerita kepada Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam dalam mimpi dia bertanya kepada laki-laki berpakaian hijau itu, “Hai hamba Allah, apakah lonceng itu akan kau jual?” Kemudian orang itu balik bertanya, “Memangnya ingin kau gunakan untuk apa?” “Sebagai panggilan shalat”’ jawab Umar ra. Orang itu bertanya lagi, “Maukah aku tunjukkan yang lebih baik daripada itu?” Kemudian, dia menyebutkan kepada Umar ra lafal azan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyuruh Bilal untuk menyerukan azan dengan lafal yang dikatakan Umar ra. Pada saat itu Umar ra mendengar suara azan itu dari rumahnya. Dia keluar menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, demi Yang Mengutus Anda dengan sebenarnya, aku bermimpi seperti itu.” Sejak saat itu, suara azan bergema di Madinah setiap hari lima kali, dan menjadi semacam penegasan bahwa kaum Muslim kini telah unggul.

Pernyataan serupa disampaikan Muhammad bin Ismail Al-Kahlani As-San'ani (w 1182 H/1768 M; ahli hadis asal Yaman). Dalam kitab hadis “Subul As-Salam”, ia mengatakan azan pertama kali disyariatkan pada tahun pertama Hijriah. Kendati menurutnya ada beberapa hadis yang mengemukakan azan disyariatkan pertama kali di Makkah.

Pendapat yang terkuat (sahih) adalah yang mengatakan bahwa azan pertama kali disyariatkan di Madinah pada masa awal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hijrah. Pendapat ini sesuai dengan kandungan beberapa hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, di antaranya adalah yang berikut:

Pada suatu kali kaum Muslimin yang baru datang ke Madinah berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat. Mereka membicarakan tentang tidak adanya panggilan untuk mengerjakan shalat, padahal waktu shalat telah tiba.

Baca Juga: Soal Sukmawati, Yusuf Mansur: Tak Ada Lebih Indah dari Azan

Sebagian dari mereka berkata, "Buatkan lonceng seperti lonceng umat Nasrani.” Yang lain berkata, "Gunakan terompet seperti terom­pet kaum Yahudi."

Mendengar pembicaraan itu. Umar bin Al-Khathab berkata, "Mengapa tidak disuruh saja seorang laki-laki memanggil jamaah untuk shalat dengan menyerukan 'telah datang waktu shalat?'"

Mendengar percakapan para sahabat tersebut akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Hai Bilal (Ibnu Rabah) berdirilah, dan serulah orang untuk shalat." Maka sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, Bilal mengucapkan: "As-shalatu jami'ah (mari shalat berjamaah)” (HR. Al-Bukhari dari Ibnu Umar).

Mendengar panggilan shalat ini, orang-orang Yahudi di Madinah memperolokkannya dan mengatakannya sebagai permainan. (QS. 5: 58). Kemudian bacaan azan diperjelas oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement