Rabu 18 Jul 2018 22:41 WIB

Cermin Wanita Pemimpin

wanita yang tampil sebagai sosok pemimpin sudah ada sejak zaman para nabi

Ilustrasi Dakwah Muslimah. (Republika/ Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Dakwah Muslimah. (Republika/ Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bukan suatu hal yang luar biasa jika kita melihat wanita memiliki kemampuan multitasking, baik dalam dunia politik maupun bisnis seperti saat ini. Karena wanita yang tampil sebagai sosok pemimpin sudah ada sejak zaman para nabi, termasuk saat Islam datang.

Sosok wanita yang memiliki pengaruh besar dalam dunia politik pada zaman kenabiaan adalah Ratu Balqis. Wanita ini tercatat dalam sejarah Islam sebagai wanita pertama yang memimpin sebuah kerajaan. Wilayahnya terbentang dari Yaman hingga Ethiopia saat ini.

Awal cerita pertemuan Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis memang tidak biasa. Pertemuan mereka bermula dari burung hud-hud yang tidak sengaja melintasi wilayah kekuasaan Balqis. Burung hud-hud ketika itu diperintahkan Nabi Sulaiman untuk mencari sumber mata air. Burung hud-hud diperintahkan Nabi Sulaiman karena memiliki deteksi yang tajam terhadap sumber mata air.

Balqis merupakan sosok ratu yang cerdik, cantik, dan memiliki jiwa kepemimpinan. Ada riwayat yang mengatakan, setelah kematian ayahnya, rakyat Saba dipimpin oleh seorang lelaki. Namun, kepemimpinannya mendatangkan kerusakan. Balqis pun turun tangan dan mengambil alih kepemimpinan.

Kisah tentang Nabi Sulaiman AS dan Ratu Balqis tertera dalam Alquran surah an-Naml ayat 20-44. Burung hud-hud melaporkan negeri Saba sebagai sebuah kerajaan besar yang dipimpin seorang wanita. Mereka juga menyampaikan bahwa kaum Saba masih menyembah matahari. Setan telah menghalangi mereka sehingga memandang perbuatan buruk kaum Saba dipandang indah. (QS an-Naml [27]: 24).

Setelah mendengar kabar tersebut, Nabi Sulaiman AS tidak terima dan meminta burung hud-hud untuk menyampaikan surat yang isinya mengajak Balqis taat kepada Allah. (QS an-Naml [27]: 28).

Burung hud-hud diperintahkan menjatuhkan surat tersebut kepada Balqis dan menunggu apa reaksi sang ratu atas surat tersebut. (QS an-Naml [27]: 28).

Isi surat Nabi Sulaiman tersebut berbunyi, “Dengan menyebut nama Allah yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang. Janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (QS an-Naml [27]: 30-31).

Setelah menerima surat tersebut, Ratu Balqis mengumpulkan para pembesarnya. (QS an-Naml [27]: 29). Ia meminta pertimbangan para pembesar kerajaan untuk menjawab surat dari Nabi Sulaiman. (QS an-Naml [27]: 32). Sang ratu memberi kesempatan kepada para pembesarnya untuk menyampaikan saran. Mereka menyebut Saba adalah negeri besar dan memiliki kekuatan untuk berperang. Namun, semua keputusan akhir diserahkan kepada Balqis (QS an-Naml [27]: 33).

Keterangan di atas memberikan pelajaran, meski Balqis memegang kekuasaan yang besar, ia tetap demokratis. Ia memberikan kesempatan para pembantunya untuk memberikan saran. Mendapat masukan tentang kemampuan negeri Saba untuk berperang, sang ratu memilih jalan damai. Ia tidak ingin mengorbankan rakyatnya. Ia paham benar konsekuensi jika melakukan konfrontasi dengan Nabi Sulaiman. “Dia berkata, ‘Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina, dan demikianlah yang akan mereka perbuat.” (QS an-Naml [27]: 34).

Sang ratu memilih menjawab surat Nabi Sulaiman dan mengirim utusan dengan membawa beberapa hadiah sebagai simbol persahabatan. (QS an-Naml [27]: 35). Sikap bijaksana Balqis sangat menonjol. Ia tidak ingin rakyatnya menjadi hina. Ia memilih menjalin hubungan yang baik dengan Nabi Sulaiman AS.

Saat Balqis mengunjungi istana Nabi Sulaiman AS, ia terkagum-kagum. Lantainya terbuat dari kaca dan di bawahnya berisi air. Seolah-olah air menjadi lantai istana Nabi Sulaiman AS. Saat memasuki istana itu Balqis bahkan sampai mengangkat bajunya karena khawatir basah. Mengetahui istana tersebut dari kaca, Balqis menyadari betapa kecilnya kekuasaan yang ia miliki. Ia kemudian tersadar dan beriman kepada Allah. “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan daku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.” (QS an-Naml [27]: 44).

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement