Selasa 28 Feb 2017 04:07 WIB

Geliat Dakwah Islam di Tanah Betawi

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Sketsa Pelabuhan Batavia pada 1780. Saat itu Batavia beralih ke tangan penguasa Eropa setelah Malaka terlebih dulu jatuh.
Foto: en.wikipedia.org
Sketsa Pelabuhan Batavia pada 1780. Saat itu Batavia beralih ke tangan penguasa Eropa setelah Malaka terlebih dulu jatuh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Geliat dakwah di Tanah Betawi telah berlangsung sejak berabad silam. Sejumlah ulama pun tercatat sebagai juru dakwah andal di wilayah yang dulu dikenal dengan nama Batavia ini.

''Tiang pancang atau peletak dasar dakwah Islamiyah di Tanah Betawi disebut Tiga Serangkai Ulama Tanah Betawi,'' kata ahli sejarah ulama Betawi Dr Saidun Derani.

Berbicara dalam seminar disertasi bertema ''Peran Ulama Betawi dalam Transmisi Keilmuan Islam Abad 20'' di Jakarta, Sabtu (18/2), Saidun menerangkan, tiga serangkai itu adalah para habaib yang telah melahirkan banyak ulama di tanah Betawi.

Yang pertama, Al Habaib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi atau lebih dikenal Habib Ali Kwitang yang hidup pada 1870-1968.

Kedua, Al Habaib Ali bin Husein al-Attas yang dikenal sebagai Habaib Ali Bungur, hidup pada 1891-1976. "Ketiga, Al Habaib Salim bin Ahmad bin Jindan hidup pada 1906-1969," kata dia.

Ia menjelaskan, sebelum ketiga habaib tersebut menyebarkan Islam di Tanah Betawi, Habaib Usman bin Yahya yang hidup pada 1822-1914 telah melakukan dakwah Islamiyah melalui tulisan. Karya tulisnya tak hanya memengaruhi pemikiran keagamaan di Tanah Betawi tetapi juga di Nusantara.

"Begitu signifikan peran para sayyid melakukan dakwah Islamiyah di Nusantara termasuk di Tanah Betawi," ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Seiring bergulirnya waktu, kegiatan dakwah tiga serangkai ulama Betawi itu diteruskan oleh murid-muridnya. Di antara mereka adalah Guru Manshur, Guru Mughni, Kiai Haji Abdullah Syafii, Kiai Haji Noer Ali, Kiai Haji Thohir Rohili, dan Kiai Haji Mu'allim Syafii Hazdami. Karena pengaruh perkembangan zaman, perjuangan dakwah yang mereka lakukan tentu berbeda tantangannya dengan perjuangan guru mereka.

Dalam berdakwah dan mengajarkan ilmu keislaman, para ulama Betawi biasa melakukannya melalui jalur pendidikan seperti pengajian malam di rumah guru (ulama), masjid, majelis taklim, madrasah, dan pondok pesantren.

"Sumber sejarah menyebutkan, Habaib Ali Kwitang adalah pelopor berdirinya majelis taklim pertama di tanah Betawi," kata Saidun.

Majelis taklim itu dibuat karena jamaah yang ingin memperdalam ilmu agama Islam semakin banyak sehingga tak mampu lagi ditampung di rumah guru ataupun masjid. Model majelis taklim ini berkembang pesat di Betawi dan banyak melahirkan ulama-ulama Betawi.

Eksistensi majelis taklim terbukti tak lekang oleh zaman. Hingga saat ini, majelis taklim tumbuh subur di Tanah Betawi. Seiring perkembangan zaman, terjadi pula transformasi lembaga pendidikan Islam masyarakat Betawi sehingga lahirlah madrasah dan pondok pesantren.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement