REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kota Madinah memasuki masa paceklik. Penduduknya alami kelaparan.
Muhammad Husain Haekal dalam Umar bin Khattab menuturkan, Amirul Mukminin Umar bin Khatab tak tinggal diam melihat kondisi rakyatnya. Suatu kali, di pasar, ada seorang penjual membawa samin dan susu dalam dua tabung kulit terpisah.
Kedua barang itu dibeli oleh seorang anak muda seharga 40 dirham. Anak muda itu langsung pergi menemui Umar, membawakan makanan tersebut.
Umar hanya tertunduk sebentar. Jawabnya, "Bagaimana saya akan dapat memperhatikan keadaan rakyat jika saya tidak ikut merasakan apa yang mereka rasakan."
(Baca Juga: Tahun Abu Madinah)
Ayahanda Khafshah ini telah bersumpah tidak lagi makan daging atau samin sampai semua orang hidup seperti sedia kala. Pasalnya, suatu kali Umar disuguhi roti yang diremukkan dengan samin.
Tatkala itu, bencana kelaparan tengah mencapai puncak. Ia panggil seorang Badui. Mereka santap roti itu bersama-sama.
Orang Badui itu setiap kali menyuap diikutinya dengan lemak yang terdapat di sisi luar. Umar bin Khatab menatap cara makan Badui itu dengan heran. "Tampaknya, engkau tidak pernah mengenyam lemak?" tanya Umar.
"Ya," jawabnya singkat. "Saya tak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun, juga saya tak melihat ada orang memakannya sejak sekian lama sampai sekarang," lanjut si Badui, seraya tak henti menyuapkan makanan.
Jawaban Arab Badui itu menyentak hati Umar. Saat itu juga, ia mengucapkan sumpah untuk tidak makan daging dan samin. Umar memegang teguh sumpahnya hingga musim paceklik berakhir.
Keputusan itu semakin bernilai, lantaran diambil seorang khalifah yang kekayaannya telah menyaingi Persia dan Romawi pada masa itu. Amirul Mukminin berpendapat tidak mungkin seorang pemimpin dapat memperjuangkan kehidupan rakyatnya kalau dia tidak merasakan apa yang dirasakan rakyat.
Umar yang warna kulitnya putih kemerahan sudah berubah menjadi hitam akibat kemarau panjang. Jika dulu dia terbiasa menyantap susu, samin, dan daging, sejak musim paceklik Umar hanya menyantap minyak zaitun, bahkan sering mengalami kelaparan.
"Jika Allah tidak menolong kami dari Tahun Abu ini, kami kira Umar akan mati dalam kesedihan memikirkan nasib Muslimin," kesan penduduk Madinah.