Kamis 11 Feb 2016 23:04 WIB

Keluarga Mukmin, Belajar dari Kisah Nuh

Kaum Nabi Nuh (ilustrasi).
Foto: Bordeaux-undiscovered.co.uk
Kaum Nabi Nuh (ilustrasi).

Oleh Nasril Zainun

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam Alquran ditemui kisah Nabi Nuh AS bersama kaumnya dilanda banjir. Nuh AS bersama pengikutnya serta makhluk lain masing-masing dua berpasangan dapat selamat dengan menggunakan kapal yang dipersiapkan sebelumnya. Lainnya tenggelam ditelan air bah.

Di antara korban itu adalah anak kandung Nuh sendiri, bernama Kan'an. Dia menolak bergabung dengan ayahnya dan berpihak kepada kaum kafir. Karenanya Nuh AS merasa kecewa yang mendalam.

Sebelumnya Nuh telah berusaha agar anaknya itu selamat. Ketika air sedang naik, ombak bergulung, Nuh memanggil anaknya Kan'an agar naik ke kapal bersamanya. Tapi Kan'an menolak sambil menunjuk sebuah gunung tempat ia lari dari kejaran banjir. Akhirnya gunung tempat berlindung Kan'an pun dibenam air. Kan'an tewas di sana.

Setelah banjir surut, Nuh mengetahui nasib anaknya yang malang. ''Dan, Nuh memanggil Rab-nya lalu berkata: 'Oh Tuhanku! Sesungguhnya anakku itu bahagian dari keluargaku dan sesungguhnya janji-Mu benar dan Engkau hakim yang paling adil'. Allah SWT berkata: 'Hai Nuh! Sesungguhnya dia bukan keluarga engkau, sebenarnya dia telah melakukan pekerjaan yang tidak baik, maka janganlah engkau menanyakan kepada-Ku tentang persoalan yang kamu tidak berpengetahuan tentang itu, Aku mengajar engkau supaya engkau tidak termasuk orang yang bodoh'.'' (QS Hud ayat 45 dan 46).

Pada ayat berikutnya Nuh AS menyesali perkataannya. Ia berlindung kepada Allah SWT dari pernyataan yang tidak berdasar kepada pengetahuannya. Dia mohon ampun kepada Allah SWT dan menuntut kasih sayang-Nya.

Sebagai Rasul Allah, Nuh AS tentu tunduk sepenuhnya. Berdasarkan ajaran Allah SWT, bapak dan anak menjadi sebuah keluarga. Dan karena Allah SWT pula hubungan keluarga antara anak dan bapak jadi terputus.

Siapa yang bisa bilang kalau antara ayah dan anak bukan sebuah keluarga, tapi siapa pula yang bisa membantah kalau hubungan keluarga itu dinyatakan putus akibat tidak seiman? Menurut ajaran Allah SWT, keluarga yang abadi adalah sebuah keluarga yang sama beriman kepada-Nya. Bukan hanya di dunia, akan tetapi berhubungan keluarga sampai ke akhirat kelak.

Firman Allah SWT: ''Dan orang-orang yang beriman, lalu diiringi oleh anak cucunya yang juga beriman, nanti mereka kami pertemukan dengan turunannya itu dan tiada kami kurangi amal mereka sedikit pun, setiap orang bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakannya.'' (Surat At Thur ayat 21).

Alangkah indahnya keluarga mukmin itu. Tentu jadi idaman semua orang yang mengaku beriman. Amatlah bijak kalau pertemuan keluarga dalam suasana Idul Fitri atau pertemuan lainnya diarahkan pada pemantapan iman semua anggota keluarga. Wallahu a'lam 

 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement