Senin 29 Feb 2016 08:55 WIB

Saat Iman Naik Turun

Jama'ah berdoa setelah Shalat Ashar saat acara Dzikir Nasional 2015 yang diadakan di Masjid At-Tin, Jakarta Timu, Kamis (31/12)
Foto: Republika/Raisan al Farisi
Jama'ah berdoa setelah Shalat Ashar saat acara Dzikir Nasional 2015 yang diadakan di Masjid At-Tin, Jakarta Timu, Kamis (31/12)

Oleh Adhan Sanusi Lc

REPUBLIKA.CO.ID,''Tidaklah kehidupan dunia dibandingkan dengan kehidupan akhirat, kecuali seperti saat salah seorang di antara kamu mencelupkan jari telunjuknya di samudra lautan, lalu lihatlah yang tersisa di jari telunjuknya itu (itulah dunia).'' (HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).

Keimanan senantiasa naik turun. Saat iman naik, saat itu kita merasakan betapa lezatnya iman itu. Hidup terasa tenang, dada lapang, mata terasa sejuk, pikiran jernih, kata-kata manis, penuh tawakal, ibadah terasa ringan dan nikmat, kadang air mata ikut menetes untuk ikut merasakan kenikmatannya. Namun, iman bisa turun kalau penjagaannya tidak optimal, karena gerusan kemaksiatan setiap hari pasti dijumpai karena kita tidak hidup sendiri. Tarik-menarik antara keimanan dan kemaksiatan terus akan terjadi.

Kita juga akan merasakan bagaimana kondisi jiwa ketika iman dalam kondisi turun (futur). Hidup penuh dengan ketegangan, dada terasa sempit, penuh dengki, mata liar ke sana-kemari, pikiran kotor, kata-kata tidak terkontrol, ibadah terasa berat, penuh kekhawatiran terhadap dunia, takut kehilangan rezeki, dan sifat-sifat buruk lainnya.

Semakin banyak sifat dan perbuatan buruk dilakukan semakin deras luncuran iman itu menuju titik terendah. Sebaliknya semakin tinggi kuantitas dan kualitas ketaatan semakin cepat iman itu menanjak ke puncak.

Sebagaimana dijelaskan para ulama, iman naik karena ketaatan dan iman turun karena kemaksiatan. Pertanyaannya bagaimana membangunkan iman ketika sedang terbujur lemah? Ada tiga hal yang bisa kita lakukan, pertama, pakar motivasi mengatakan tips mendobrak kemalasan dan ketakutan dengan cara melakukan sebaliknya. Jika dia malas shalat segera bangun shalat maka rasa malas itu akan berangsur-angsur hilang.

Kedua, menyadarkan diri kita bahwa kita diciptakan untuk akhirat, bukan dunia. Maka, segala aktivitas dunia jangan sampai mengalahkan tujuan akhirat kita. 

Ketiga, menyadarkan diri kita kehidupan dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan kehidupan akhirat. Hadis di atas setidaknya menggambarkan tentang perbedaan keduanya yaitu antara setetes air kehidupan dunia dan luasnya samudera kehidupan akhirat. Sungguh sebuah perumpamaan yang sangat jelas dipandang mata.

Maka, merugilah orang-orang yang hanya mengejar dunia dan melupakan akhirat. Namun, bila kita senantiasa menjadikan akhirat sebagai motivasi berkarya, maka dunia pun sudah pasti dalam 'genggaman' kita. Wallahu a'lam. 

 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement