Senin 23 Oct 2017 14:31 WIB

Kewajiban Pemimpin

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Pemimpin yang berilmu (Ilustrasi)
Foto:

Calon pemimpin publik pun dilarang berjanji untuk menetapkan kebijakan yang menyalahi ketentuan agama. Jika calon pe mim pin tersebut melontarkan jan ji demikian, maka haram dipilih. Jika ternyata terpilih, janji tersebut tidak untuk ditunaikan. Calon pemimpin publik yang men janjikan untuk memberi sesuatu kepada orang lain sebagai imbalan untuk memilihnya, hukumnya haram. Hal tersebut termasuk dalam kategori risywah (suap).

Pemimpin yang melakukan kebijakan untuk melegalkan sesuatu yang dilarang agama atau melarang sesuatu yang diperintah agama, kebijakan itu tidak boleh ditaati. Pemimpin yang melanggar sumpah dan atau tidak mela kukan tugasnya harus dimintai pertanggungjawaban melalui lem baga terkait. Dia pun harus diproses seusai dengan ketentuan perundang undangan yang ber laku.

Para ulama mengungkapkan, dosa bagi pemimpin publik yang tidak melaksanakan janji kampanye. Ijtima ulama pun mereko men dasdikan untuk tidak memilihnya kembali. MUI pun diharap kan untuk memberi tausiyah ke pada para pemimpin yang meng ingkari janji dan sumpah.

Wakil Ketua Dewan Fatwa Al Washliyah, Dr KH Abdul Aziz Mus thafa Dahlan Abdul Latif MA meluaskan pembahasan ini dalam makalahnya soal ketaatan kepa da pemimpin yang tidak menaati janji kampanyenya. Ia menyim pul kan, walau pemimpin yang ing kar janji sudah melakukan ke zhaliman besar, tetap saja wa jib hukumnya mentaati pemim pin. "Taat kepada pemimpin Mus lim, meskipun mengingkari janji kampanyenya (pemimpin fasik, jahat, dan zalim) selagi yang di perin tahkannya adalah perkara yang ma'ruf tidak bertentangan de ngan agama, maka hukum men taati nya adalah wajib," jelas Kiai yang akrab disapa KH Ovied R ini.

Di samping itu, menurut KH Ovied, tidak wajib mentaati pe mimpin nonIslam meskipun me miliki sifat amanah, jujur, dan adil. Namun jika dapat menda tangkan fitnah dan mudharat, maka hukumnya menjadi wajib untuk mentaati pemimpin non Islam tersebut. Ia juga menghimbau agar tidak memilih atau mem berikan amanah kepada pe mimpin yang tidak amanah atau yang pernah mengingkari janjijanjinya ketika kampanye.

“Memilih pemimpin yang tidak ama nah (fasik, jahat, dan zalim) dengan sengaja sedangkan yang terbaik masih ada untuk dipilih, maka hukumnya adalah haram," kata KH Ovied memaparkan.

Taat kepada pemimpin men jadi bagian dari kewajiban seorang Muslim. Hanya, ketaatan itu bisa dilanggar jika pemimpin memerintahkan umat untuk ber maksiat. Ini selaras dengan hadis yang disampaikan dari Ibnu Umar RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: seorang Muslim agar patuh dan taat (terhadap pe mimpin), baik ia suka atau benci, selagi tidak diperintah untuk maksiat. Jika diperintah untuk maksiat maka tidak patuh dan taat (terhadap perintah itu) (HR atTirmidzi dan Ibnu Majah). Ali RA pun mengutip perkataan Nabi SAW, "Tidak ada ketaatan kepada makhluk (pemimpin) yang me me rintahkan kemaksiatan kepada Allah Azza Wajalla (HR. Imam Ah mad). Wallahu a'lam. ¦ 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement