Kamis 05 Apr 2018 13:26 WIB
Didakwa Melakukan Ujaran Kebencian

Pimpinan Anti-Islam di Australia Ajukan Banding

Mereka didakwa dan dihukum di bawah UU Toleransi Beragama dan Ras di Victoria.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Blair Cottrell dari United Patriots Front (UPF), usai sidang pengadilan di Melbourne, 6 Maret 2017. UPF merupakan kelompok yang sering melakukan demonstrasi anti-Islam di Australia.
Foto: ABC
Blair Cottrell dari United Patriots Front (UPF), usai sidang pengadilan di Melbourne, 6 Maret 2017. UPF merupakan kelompok yang sering melakukan demonstrasi anti-Islam di Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Seorang pimpinan anti-Islam di Australia telah meluncurkan banding di pengadilan terhadap hukuman yang diberikan kepadanya. Blair Cottrell adalah orang yang pertama yang didakwa karena kasus 'ujaran kebencian' dan penghinaan serius terhadap umat Islam. Cottrell dinyatakan bersalah setelah ia meniru adegan pemenggalan kepala sebagai bentuk protes atas rencana pembangunan masjid di kota Bending.

Tukang kayu yang berasal dari Melbourne tersebut mengatakan, ia bertekad untuk terus berbagi pandangan sayap-kanannya hingga pemerintah mengamankannya atau membunuhnya. Cottrell mulai mengajukan bandingnya terhadap hukuman maksimal enam bulan penjara pada Rabu (4/4) waktu setempat. Cottrell mengatakan kepada Daily Mail Australia, bahwa dia yakin dapat membatalkan hukumannya.

Menurut Cottrell, Australia memiliki sistem peradilan yang sangat adil. Namun sayangnya, kata dia, beberapa hakim membuat sejumlah keputusan yang buruk, terutama dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, mayoritas hakim sangat adil dan profesional.

"Bahkan jika saya dinyatakan bersalah lagi, saya tidak akan pernah berhenti berbicara, mereka harus mengamankan atau membunuhku," kata Cottrell, dilansir di Daily Mail, Kamis (5/4).

Cottrell bersama dengan dua orang temannya yang merupakan kelompok ultra-nasionalis, Christopher Shortis dan Neil Erikson, memfilmkan adegan pemenggalan manekin dengan pedang mainan di luar kantor Pemerintah Kota Bendigo pada 2015. Video tersebut kemudian diunggah di laman Facebook United Patriot's Front (UPF). Bagian selanjutnya menunjukkan mereka menyebarkan cairan merah di atas jalan setapak dan melemparkan kepala berlumuran darah di dinding sembari meneriakkan kata 'Allahu AKbar'.

Tindakan itu dinilai buruk dan diajukan ke pengadilan, karena bertujuan untuk menghasut orang-orang Muslim. Ketiga orang tersebut juga menghadapi dua dakwaan lainnya, yang menyebabkan kerusakan kriminal di kantor dewan Bendigo.

Sebelumnya, ia mengunggah sebuah video yang meminta sumbangan untuk mendanai gugatan hukumnya, di mana ia membantah sebagai ekstremis. Ia mengatakan, belum pernah melakukan kekerasan apapun. Namun, ia disebut ekstrimis hanya karena ia berbicara.

"Saya memilih untuk mengajukan banding ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi dan itulah yang saya lakukan hari ini," ujarnya.

"Jika Anda orang kulit putih di negara Barat dan Anda berbicara pendapat Anda, Anda dianggap ekstrimis selama opini Anda tidak sayap kiri. Apa yang telah saya lakukan ekstremis itu? Saya sudah memberikan pidato. Saya tidak pernah menyerukan kekerasan," lanjutnya.

Pemimpin dari United Patriots Front dan rekan-rekannya dalam aksi tersebut adalah orang-orang yang pertama didakwa dan dihukum di bawah Undang-undang Toleransi Beragama dan Ras di Victoria. Sementara itu, sidang banding dilaporkan ditunda hingga Agustus mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement