Rabu 19 Jan 2011 06:00 WIB

Perumusan UU KUB Harus Gunakan Pendekatan Agama

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Rencana penyusunan undang-undang kerukunan umat beragama (KUB) harus menggunakan pendekatan agama dan meminimalisir pendekatan politik. Sebab, pendekatan agama dan politik mempunyai landasan filosofi yang berbeda. Demikian disampaikan oleh Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama (Kemenag), Abdul Fatah.”Pendekatan agama mengedepankan moral sedangkan politik lebih memggunakan logika kepentingan karena itu harus diminimalisir dan ,”kata dia kepada Republika di Jakarta, Selasa (18/1)

Namun demikian diakui, papar Abdul, peran politik tidak bisa dinafikan guna melegalkan sebuah regulasi apalagi rencana perumusan UU KUB adalah inisiatitf DPR sebagai langkah penguatan KUB di Indonesia. Keberadaan UU KUB dianggap sangat mendesak terlebih bagi para aparat penegak hukum agar mempunyai pedoman dan acuan yang lebih kuat. Diharapkan, UU KUB itu nantinya menjadikan Peraturan Bersama Menteri PBM sebagai rujukan utama karena sejumlah aturan-aturan yang tertuang di dalamnya merupakan kesepakatan para pemuka agama yang tergabung dalam majelis agama masing-masing.”Posisi pemerintah saat itu hanya sebagai fasilitator,”kata dia.

Paling penting, dikatakan Abdul, perumusan UU KUB harus didasari dengan semangat kebersamaan dan saling mempercayai antarpemeluk, pemuka, dan majelis agama. Kepercayaan dan kebersamaan merupakan modal penting untuk membina KUB. Tanpa kedua hal tersebut, sulit untuk menjaga keharmonisan dan komunikasi antarumat beragama di Tanah Air. Pasalnya, kepercayaan dan kebersamaan rentan terkikis oleh berbagai problematika tidak hanya terkait agama tetapi menyangkut pula ekonomi, sosial, budaya, dan politik.“Kalau semangat saling percaya merasa bersama-sama saya kira baru rukun namanya,”papar dia.

Anggota Komisi VIII DPR-RI dari F PDIP, Zainun Ahmadi, mengungkapkan pembahasan RUU KUB menjadi salah satu program legislasi nasional (prolegnas) DPR-RI di komisi VIII. Bahkan, RUU KUB menduduki prioritas bahasan utama di DPR-RI yang harus selesai di tahun 2011.

Zainun menjelaskan, percepatan pembahasan ini dilatarbelakangi oleh maraknya berbagai peristiwa yang mencoreng keharmonisan dan kerukunan di sepanjang tahun 2010 silam. Apalagi, ditengari persoalan tersebut muncul akibat ketidakpatuhan sebagian umat pada PBM tersebut. Terutama permasalahan menyangkut pendirian rumah ibadat. “Padahal jika dibandingkan dengan pendirian rumah ibadah agama lain, rumah ibadah umat Islam jauh lebih rendah pertumbuhannya,”kata dia

Zainun menilai regulasi yang ada sekarang sudah cukup bagus. Tinggal masalahnya ditingkatkan lagi menjadi aturan yang kuat dan mengikat semua pihak. Karenanya, perumusan UU KUB akan mengadopsi materi-materi PMB selain diperkuat dengan fakta dan kebutuhan yang berkembagan di masyarakat. Kehadiran UU KUB kelak bukan berarti membatasi kebebasan menjalankan ibadah tetapi justru memberikan hak menjalankan ibadah.

UU KUB ditambahkan Zainun, akan memperkuat pula etika dan tatakrama melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tanpa mencederai perasaan dan merusak keharmonisan umat beragama. Sehingga diharapkan, ke depan UU KUB akan mampu mengurangi gesekan-gesekan antarumat beragama dan menjaga kerukunan agar tetap utuh baik antarumat seagama ataupun dengan pemeluk agama lain. “Gesekan-gesekan karena persoalan rumah ibadah dan etika beribadah akan bisa terkurangi dengan regulasi yang kuat dan mengikat,”ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement