REPUBLIKA.CO.ID, Doha--Refleksi dari arsitektur Islam yang ramah lingkungan saat ini tidak ada lagi di kota-kota negara-negara Muslim, demikian simpulan beberapa ahli. Kota-kota besar di seluruh dunia hampir tampil seragam, dengan bangunan kontemporer pencakar langit yang misin seni.
"Perkembangan baru di kota-kota besar di negara-negara ini tidak mencerminkan seni arsitektur Islam seperti di masa lalu," kata arsitek terkenal, Ibrahim Mohammed Jaidah, saat berbicara dalam seri kedua pada Doha Green Discussions (DGD) yang kali ini mengambil tema Green Buildings from an Islamic and Architectural Identity Perspective di Doha, Qatar.
Dia menjelaskan, arsitektur di kota-kota Islam kuno terkenal ekonomis dan ramah lingkungan. Hal ini diselaraskan dengan ajaran Islam.
"Kabah, bangunan pertama yang dipilih oleh Ibrahim adalah mencerminkan kesederhanaan arsitektur Islam. Al Madina kota Islam pertama juga merupakan contoh terbaik," imbuhnya.
Jaidah juga menjelaskan bahwa kota-kota seperti Jerusalem, Damaskus, Kairo, dan Istanbul dibangun dengan pendekatan ekonomis di masa lalu, untuk disesuaikan dengan lingkungan dan tradisi Islam. Namun, peremajaan bangunan justru merusak tata arsitektur yang sungguh indah itu.
Dr Saleh A Mubarak, Kepala Jurusan Teknik Sipil dan Arsitektur, Universitas Qatar memberikan wawasan bangunan berkonsep hijau. Forum itu diikuti sejumlah pakar arsitektur dari berbagai negara, baik Muslim maupun non-Muslim.