Jumat 19 Nov 2010 16:00 WIB

Dinamika Muslimat Kelas Menengah

Red: irf
Muslimat Indonesia
Foto: Republika
Muslimat Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID,Salah satu fenomena paling jelas dalam dinamika Islam Indonesia selama dua dasawarsa terakhir adalah kian meluasnya pemakaian jilbab dan juga busana Muslim lainnya di kalangan wanita Muslim (Muslimah) Indonesia. Jilbab bisa ditemukan tidak hanya di madrasah, pesantren, dan lembaga pendidikan Islam lainnya, tetapi juga di banyak lembaga pendidikan umum, bahkan di lingkungan lembaga pemerintah dan swasta yang dulu tak pernah dibayangkan orang bisa menemukan perempuan berjilbab. Pada suatu hari, beberapa tahun lalu, saya mendapat telepon dari duta besar sebuah negara penting yang nervous karena menemukan sekretaris pribadinya memakai jilbab.

Gejala ini juga tidak luput dari pengamatan banyak pengkaji, peneliti, dan jurnalis asing. Mereka sering bertanya, tidakkah gejala ini pertanda kembalinya kaum Muslimah Indonesia ke dalam konservatisme Islam atau bahkan indikasi meningkatnya fundamentalisme Islam.

Meningkatnya pemakaian jilbab, lengkap dengan busana Muslimah dan Muslim lainnya, mendorong tumbuhnya bisnis lukratif. Hampir di setiap mal dan pasar terdapat toko busana Muslim dan banyak toko khusus yang menjual produk semacam ini. Pemakaian jilbab serta busana Muslimah dan Muslim oleh kalangan selebritis, selain menambah marak dan meluasnya gejala ini, juga kian meningkatkan bisnis yang menjanjikan.

Inilah ceruk pasar yang kian berkembang. Ini tidak lepas dari mereka yang mendapatkan manfaat sebesarbesarnya dari bisnis tersebut. Salah satunya lagi adalah media cetak, khususnya majalah, yang menjadikan kaum Muslimah sebagai target pasar mereka. Orang bisa menyaksikan tumbuhnya berbagai majalah wanita Muslimah yang memberikan porsi khusus pada jilbab dan busana Muslimah lainnya.

Dalam konteks itu, di tengah keriuhan liputan media massa nasional dan internasional seputar kunjungan singkat Presiden Barack Obama di Indonesia pada pekan lalu, saya merasa sedikit heran ketika ABC, saluran TV milik Pemerintah Australia, meminta wawancara tentang majalah Aquila Asia yang menyatakan diri sebagai The World's First English-Language Fashion and Life-Style Magazine for Cosmopolitan Muslim Woman Today. Majalah yang diluncurkan terutama untuk kaum Muslimah di Indonesia, Malaysia, dan Singapura ini pada Maret 2010 lalu ternyata menarik perhatian media elektronik, dari BBC (TV) sampai ABC (TV), dengan menurunkan laporan khusus tentang majalah tersebut.

Majalah ini jelas glossy dan mewah dengan harga Rp 50.000, yang jelas tidak bisa dijangkau Muslimah kebanyakan. Kelihatan hanya mereka yang memiliki uang lebih yang bisa membelinya. Memiliki semangat modernitas wanita Muslim, majalah ini mencakup laporan dan artikel tentang fashion yang trendi, tetapi tetap Islami; perjalanan ke berbagai situs mancanegara; sampai kepada isu-isu kontroversial mengenai operasi pemulihan selaput dara dan juga poligami.

Bagaimana kita memahami gejala ini? Bersama majalah-majalah Muslimah lainnya semacam Noor dengan slogan `Gaya Hidup Masa Kini" atau Ummi yang mengusung `Identitas Wanita Islami', gejala tersebut mengisyaratkan pertumbuhan segmentasi pembaca Muslimah lebih luas dan pada saat yang sama kian asertif. Sikap asertif ini jelas tidak dimunculkan secara seragam. Ada yang menekankan gaya hidup modern masa kini dengan tetap tampil Islami.

Sementara itu, ada juga yang lebih menekankan identitas diri wanita Islami, yang mengisyaratkan semacam neokonservatisme. Lepas dari itu, mereka bangga menampilkan diri sebagai Muslimah, tidak ada lagi stigma dan kecanggungan yang pernah ada pada masa silam ketika mereka cenderung kurang diperhitungkan.

Lepas dari perbedaan orientasi itu, majalah-majalah perempuan Muslimah terlibat fastabiqul khairat di antara mereka dan juga dengan majalah-majalah wanita lain yang telah beberapa dasawarsa menguasai pasar. Keberanian menantang majalah-majalah wanita konvensional tersebut menegaskan sekali lagi sikap lebih asertif tersebut.

Tak kurang pentingnya, semua gejala ini juga mengisyaratkan penguatan kelas menengah Muslimah. Kian terbukanya pendidikan tinggi bagi kaum perempuan sejak dasawarsa 1980-an terus menambah jumlah kaum terpelajar Muslimah. Jumlah itu bisa dipastikan terus meningkat karena setidaknya sekitar 40-45 persen populasi penuntut ilmu di kampus adalah mahasiswi.

Bahkan, mereka kian menjadi mayoritas relatif di fakultas-fakultas tertentu, semacam keguruan dan pendidikan, psikologi, serta kedokteran dan kesehatan. Mereka ini kemudian mengisi berbagai lapangan kerja yang menjadikan mereka sebagai pencari nafkah yang tidak bisa lagi diabaikan dan sekaligus mengokohkan stabilitas ekonomi keluarga kelas menengah. Dengan begitu, mereka memberikan kontribusi penting pada dinamika Islam Indonesia.

sumber : Azyumardi Azra, Cendekiawan Muslim
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement