REPUBLIKA.CO.ID,DUBAI-Sebuah buku yang diluncurkan polisi wanita Prancis, Kamis lalu mengungkap 'borok' yang ada di dalam kepolisian negara itu. Buku yang berujudl Omerta di Kepolisian itu mengungkap rasisme dan diskriminasi penegakan hukum yang kerap dilakukan kepolisian terhadap orang-orang Arab dan afrika.
Perlakuan buruk itu diharapkan bisa menarik perhatian dan kelompok hak asasi manusia dan menjadi perdebatan sengit di tubuh pemerintah Prancis. Penulis buku itu, Sihem Souid, mencela rasisme dan diskriminasi yang dilakukan polisi perbatasan Prancis (PAF) di Bandara Orly (Selatan Prancis) di mana dia bekerja selama lebih dari tiga tahun.
Omerta adalah kode keheningan yang dipakai mafia yang harus dipatuhi anggota mafia ketika diperiksa oleh aparat penegak hukum yang ingin mengorek informasi mengenai perbuatan ilegal anggota mafia yang lain.
Souid telah lama berdiam diri. Namun hati nuraninya menggugah sehingga dia memutuskan untuk mengungkapkan fakta-fakta yang disaksikannya. ''Ini soal minoritas yang menghadapi mayoritas, tapi jika tak ada seorang pun yang melawannya, kita akan terus membenturkan kepada ke dinding,'' ujar wanita keturunan Tunisia ini. ''Prancis mempunyai masalah dengan polisi-polisi ini. Saya takut terhadap negara kita, saya takut untuk Prancis. Kami telah menyeberang garis putih. Negara hak asasi manusia... Kami tak dapat menerima itu!,'' katanya.
Keberanian Souid mengungkap keburukan itu tampaknya akan berakibat fatal pada pekerjaannya. Mantan inspektur jenderal PAF, Alain Bianchi, mengatakan Souid akan menanggung akibat dari perbuatannya ini. Buku itu mendokumentasinya serangkaian panjang tuduhan serius terhadap praktis rasisme dan diskriminasi kalangan minoritas yang dilakukan oleh polisi imigrasi Prancis. Banyak contoh kasus yang dipaparkan di buku tersebut.
''Bahasa yang dipakai oleh PAF adalah: 'Saya akan tangani bougnoules' atau lihat ada negro-negro yang lain,'' tulis Souid dalam bukunya merujuk sebutan yang kerap digunakan aparat PAF. Bougnoule merupakan istilah yang digunakan beberapa orang kulit putih Eropa untuk menyebut orang kulit hitam dan Afrika Utara.
Souid mengutip kasus seorang wanita dari Brazzaville (Kongo) yang dicurigai memasuki Prancis secara ilegal. ''Wanita itu telanjang di dalam selnya...yang difilmkan oleh seorang petugas polisi dengan kamera ponsel,'' ungkapnya.
Oleh media Prancis, Souid dijuluki wanita pemberani. Dia percaya dengan buku yang telah ditulisnya bahwa dia siap membela negaranya yang memiliki undang-undang yang menghormati hak asasi manusia terlepas dari latar belakang dan warna kulitnya.