REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebanyak 35 persen dari 221 ribu total jamaah haji asal Indonesia berisiko tinggi. Mereka adalah jamaah haji berusia di atas 70 tahun dan menderita penyakit kronis.
Hal itu disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Departemen Agama, Abdul Gofur, kepada Republika di Jakarta, Rabu (13/10). Namun demikian, kata dia, pemerintah tidak dapat menghalangi seseorang untuk beribadah haji lantaran masalah usia lanjut.
Bahkan, kata dia, ada jamaah haji perempuan asal Medan Sumatera Barat yang telah berusia 101 tahun. Perempuan itu sudah tiba di Tanah Suci pada pemberangkatan kloter pertama.
”Kecuali seseorang yang menderita penyakit menular, kita bisa menolak,” terang Abdul Gofur.
Penyakit yang diderita 35 persen jamaah berisiko tinggi itu, imbuh Gofur, di antaranya diabetes, jantung, dan paru-paru. Oleh karena itu, di setiap kloter disiapkan tim petugas kesehatan yang terdiri atas satu dokter dan dua perawat.
Menurut Gofur, jamaah haji terlapor dalam kondisi sakit jika sebelum pemberangkatan ke tanah suci datang ke klinik yang disediakan panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH). ”kategori kondisi fisik jamaah yang dinyatakan drop jika mendapatkan opname,” katanya.
Selama ini, kata Gofur, banyak jamaah yang memaksakan berangkat haji karena bercita-cita mati syahid. Terlebih lagi meninggal di tanah suci.
Gofur mengungkapkan, bagi jamaah haji yang meninggal biasa akan diberikan asuransi sebesar Rp 32 juta. Sementara bagi jamaah yang meninggal karena kecelakaan atau bencana akan mendapatkan asuransi dua kali lipat, Rp 64 juta.