Ahad 26 Sep 2010 01:39 WIB

Wah...Sirup Pun Bisa Jadi Haram

Rep: Dyah Ratna Meta Novi/ Red: irf
Sirup, ilustrasi
Sirup, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Sirup merupakan minuman yang kerap hadir dalam se buah perjamuan. Di setiap rumah Muslim, pada hari raya, pasti telah tersedia minuman sirup. Bahkan aneka minuman dengan campuran sirup biasanya menjadi minuman istimewa saat berbuka puasa di bulan Ramadhan.

Saat Lebaran sirup memang disiapkan untuk menyambut para tamu yang datang berkunjung. Sebab tidak enak rasanya, kalau kita hanya menyuguhkan air tawar kepada para tamu pada hari istemewa tersebut. Terlebih, seorang Muslim diperintahkan untuk menghormati tamunya.

Salah satu bentuk manifestasinya menyuguhkan hidangan makanan dan minuman yang istimewa tamu, termasuk air minum dengan campuran sirup dan es yang segar rasanya. Meski begitu digemari, konsumen Muslim hendaknya hati-hati dalam memilih produk sirup yang akan dikonsumsi. Sebab, produk yang satu ini memiliki titik kritis keharaman yang perlu diwaspadai.

Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim, mengatakan, bahan terbesar produk sirup adalah air. Namun, kata dia, untuk membuat sirup diperlukan bahan-bahan lain yang harus ditambahkan, agar sirup terasa makin enak.

Bahan-bahan tambahan yang terkandung dalam sirup antara lain; gula, garam, konsentrat buah, pewarna, flavor, pengatur keasaman, pewarna, pengawet, stabilizer, dan pemanis buatan. "Saat mengkonsumsi sirup umat Muslim harus berhati-hati, sebab sirup juga mengandung bahanbahan yang dianggap mempunyai titik kritis keharaman," tutur Lukmanul.

Apa saja bahan tambahan yang memiliki titik kritis keharaman itu? Menurut Lukmanul, bahan seperti gula, konsentrat buah, flavor, serta pengatur keasaman, dan pemanis buatan memiliki titik kritis keharaman yang perlu diwaspadai setiap konsumen Muslim.

Gula, terang Lukmanul, walaupun berasal dari nabati, status kehalalannya bisa menjadi sumir, bisa halal atau haram. Dalam istilah fikihnya disebut syubhat. Sumber bahan baku gula adalah tebu atau bit. Namun di dalam proses pengolahannya hasil ekstrak tebu atau bit yang halal tersebut bersinggungan dengan bahan tambahan lain yang mungkin tidak halal.

Hal ini lebih banyak terjadi pada gula yang mengalami proses pemutihan. Dalam dunia industri gula jenis ini disebut gula rafinasi. Titik kritis keharaman dari gula rafinasi terletak pada proses refinery, yakni tahap proses yang menggunakan bahan tertentu dalam memutihkan gula tersebut.

Bahan yang dianggap bermasalah dalam proses pemutihan ini adalah penggunaan arang aktif. Dari aspek bahan, arang aktif bisa berasal dari tempurung kelapa, serbuk gergaji, batu bara, atau tulang hewan.

"Jadi titik kritis keharamannya adalah tulang hewan. Sebab apapun yang berasal dari hewan, kalau untuk dikonsumsi harus dipastikan berasal dari hewan halal dan disembelih sesuai syar'i, tentu saja termasuk tulang di dalamnya," ungkap Lukmanul. Padahal tulang hewan itu bermacam-macam, ada tulang sapi tetapi ada pula tulang babi.

Pada kemasan sirup jika produsen ingin menampilkan gambar buah, ujar Lukmanul, Badan POM mempersyaratkan bahwa sirup tersebut memang harus mengandung unsur buahnya. Namun banyak produsen sirup yang tidak ingin repot. Sehingga mereka memakai konsentrat buah dalam memenuhi persyaratan tersebut.

Menurut Lukmanul, konsentrat buah, sepintas memang tidak akan bermasalah bila dilihat status kehalalannya. Tetapi tahukah Anda walaupun berasal dari buah, konsentrat pun bisa jadi menggunakan bahan penolong yang tidak jelas status kehalalannya.

Kok bisa? Untuk membuat konsentrat buah agar tidak keruh, misalnya, diperlukan bahan penolong seperti enzim atau gelatin. Kalau berbicara enzim, maka yang harus dipastikan sumber enzimnya. Apakah berasal dari tumbuhan, hewani, atau mikrobial. Jika diperoleh dari enzim yang diolah secara mikrobial, maka harus dipastikan menggunakan media yang bebas dari bahan haram dan najis. Lukmanul menambahkan, jika penjernih sirupnya menggunakan gelatin, maka harus dipastikan bahwa gelatin tersebut berasal dari sumber yang halal. Karena di dalam dunia industri, bahan baku gelatin berasal dari tulang dan kulit hewan. Masalahnya, gelatin yang digunakan di Indonesia kebanyakan berasal dari luar negeri.

Jadi, gelatin halal amat terbatas. Karena seperti yang sudah dijelaskan di atas, setiap bahan yang berasal dari hewan, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal dan disembelih secara Islami.

Secara umum, lanjut Lukmanul, sirup hadir dalam berbagai cita rasa. Sirup bisa mempunyai rasa jeruk, melon, stroberi, cocopandan, jambu biji, mangga, atau rasa buah lainnya. Selain ditambahkan konsentrat buah, rasa sirup tersebut juga berasal dari perisa (flavor). Tanpa zat-zat tersebut, maka bisa dibayangkan betapa sulitnya produsen sirup untuk memproduksi sirup jika perasa buahnya berasal dari buah-buahan segar.

Sebab, buah-buahan segar tidak selalu ada karena sifatnya yang musiman. Faktor standar rasa juga bermasalah, jika menggunakan buah segar. Oleh karena itu, rasa buah menjadi standar jika produsen menggunakan perisa buah tertentu dengan takaran tertentu pula.

"Yang menjadi masalah, perisa buah yang dibuat secara industri kadang-kadang unsur buahnya tidak terdapat di dalam flavor tersebut. Bahkan Perisa buah bisa berasal dari sintesa bahan-bahan kimia tertentu, yang harus dikritisi pula status kehalalannya," papar Lukmanul.

Selain itu, pengatur keasaman juga bisa bermasalah dari aspek kehalalan. Salah satunya, kata Lukmanul, asam sitrat. Karena asam sitrat merupakan produk microbial, sehingga diproses secara microbial pula. Produsen bahan ini harus menggunakan media pertumbuhan mikroba yang bebas dari bahan haram dan najis.

Bahan lain yang juga mengundang tanda tanya dari aspek kehalalan adalah pemanis buatan. Pemanis buatan yang bisa bermasalah adalah aspartam. Pemanis buatan ini terdiri dari dua asam amino yakni fenilalanin dan asam aspartat.

Karena biasanya dua asam amino ini juga diolah secara microbial, maka tentu harus memenuhi persyaratan halal produk mikrobial. Jadi, untuk menghindari mengkosumsi sirup yang tidak jelas kehalalannya, maka konsumen sebaiknya mengkonsumsi sirup yang sudah bersertifikat halal MUI. Sehingga, sirup yang Anda seruput tak hanya nikmat, tapi juga halal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement