Selasa 21 Sep 2010 02:23 WIB

Muslim Australia Protes terhadap Usulan Larangan Cadar

Muslimah Australia bercadar
Foto: muslimvillage
Muslimah Australia bercadar

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE--Kaum Muslim Australia, termasuk wanita dan anak-anak, menggelar unjuk rasa di Sydney untuk memprotes sebuah proposal larangan cadar di negeri ini. Mereka menyebut langkah ini sebagai bagian dari "perang Barat terhadap Islam".

Perempuan dengan cadarnya mengacungkan poster bertuli, "burqa (adalah bagian) keyakinan dan tidak ada pemaksaan (untuk mengenakannya)" dan "Tinggalkan ibu saya, kami cinta cadar".

Seorang pembicara wanita, Ummu Jamaal ud-Din, mengatakan dalam mimbar terbuka bahwa larangan cadar adalah skenario anggota parlemen dari Kristen Demokrat, Fred Nile. "Dia memaksakan agar usulan ini dibahas parlemen New South Wales bulan ini, dan ini adalah bentuk intoleransi dan kefanatikan," ujarnya.

Lebih dari itu, usulan ini membuka pintu untuk unsur rasis dalam masyarakat Australia. "Usulan ini membuat beberapa orang berpikir bahwa mereka telah mengekang bebas untuk memfitnah, pelecehan dan bahkan penyerangan secara fisik perempuan yang memakai jilbab," katanya. "Semua itu dilakukan adalah menciptakan keresahan sosial dan perpecahan, aduk sampai menciptakan intoleransi dan membuat jurang antara umat Islam dan publik Australia lainnya."

Ketua United Muslims Association,, Shady Al Suleiman, mengucapkan terima kasih kepada para pemimpin partai politik besar untuk jaminan baru-baru ini mereka bahwa mereka tidak akan mendukung undang-undang untuk melarang jilbab, yang telah dianjurkan oleh senator Liberal Cory Bernardi. Ia menyebut banyak anggota legislatif telah terinspirasi oleh inisiatif serupa di Eropa, seperti larangan jilbab Muslim, jilbab, diperkenalkan di sekolah-sekolah umum Perancis, dan larangan membangun menara baru di Swiss.

Shady mengatakan dalam sebuah pertemuan yang dihadiri sekitar 500 pria, wanita dan anak-anak itu bahwa Muslim Australia adalah sama dengan warga yang lain, yang mempunyai hak dan kewajiban terhadap negara. "Kami berhak menganut keyakinan dan  tidak menerima atau mentoleransi gangguan apapun dalam agama kami atau keyakinan kami," ujarnya.

sumber : the statesman
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement