Rabu 14 Jul 2010 05:56 WIB

Hati-hati...Mayoritas Produk Belum Bersertifikat Halal

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Krisman Purwoko
Halal
Foto: muslimdaily
Halal

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sebagian besar produk yang beredar di Tanah Air belum bersertifikat halal. Padahal seharusnya sertifikat tersebut penting guna melindungi hak konsumen muslim yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Menurut Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan & Kosmestika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Pusat, Luqmanul Hakim, sampai bulan Mei 2010 total produk yang terdaftar mendapatkan sertifikat halal MUI hanya sebanyak 23.294. “Jumlah itu masih sangat sedikit mengingat produk yang ada di pasaran mencapai angka satu juta,”ungkapnya di Gedung MUI, Jakarta, Selasa (13/7)

Luqmanul memaparkan, rendahnya angka produk bersertifikat halal disebabkan oleh dua faktor yaitu pencantuman sertifikasi halal pada tiap produk yang dipasarkan tidak bersifat wajib. Selama ini, imbuh dia, pengajuan sertifikasi halal dari pihak produsen dilakukan atas dasar sukarela.

Ironisnya, jelas Luqmanul, kondisi tersebut diperburuk oleh minimnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya sertifikat halal sebuah produk. Seharusnya, kata Luqmanul, masyarakat harus tegas dan jeli serta tidak mudah terpukau terhadap produk-produk yang tidak bersertifikat seperti produk Bread Talk dan J-Co.

Lebih lanjut, Luqmanul mengatakan, masyarakat masih berasumsi salah bahwasanya produk-produk di Indonesia terutama yang dihasilkan produsen menengah ke bawah sudah pasti halal. “Padahal tidak ada jaminan halal selama produk tersebut tidak bersertifikat halal,”tegasnya.

Namun demikian, Luqmanul mengakui terdapat kecenderungan peningkatan angka permintaan sertifikasi halal ke LPPOM MUI dari tahun ke tahun. Bahkan, jelas dia, kenaikannya mencapai 300% terutama dari produsen-produsen yang berasal dari Cina. Dia menyebutkan, sejak lima tahun terakhir sejumlah produsen makanan dan bahan makanan asal Cina ramai-ramai mendaftarkan produk mereka ke LPPOM MUI.

Oleh karena itu, lanjut Luqmanul, guna terus mendorong produsen baik lokal ataupun luar negeri agar mendaftarkan produk mereka ke LPPOM MUI, pihaknya akan melakukan berbagai upaya antara lain sosialisasi secara intensif. Dia juga berharap agar, sertifikasi halal kelak tak lagi bersifat sukarela akan tetapi menjadi sebuah kewajiban mandatory sehingga hak-hak konsumen muslim bisa dilindungi.

Hal Senada juga diungkapkan oleh Muhammad Anwar Ibrahim, Ketua Komisi Fatwa MUI. Menurut dia¸ sudah saatnya sertifikasi halal diwajibkan agar terdapat kejelasan halal atau haram produknya. Karena, imbuh dia, jika tidak demikian maka masyarakat akan kebingungan.

Anwar menambahkan, ada dua prinsip pokok yang digunakan oleh Komisi Fatwa MUI dalam menentukan sebuah produk halal atau haram. Dia menjelaskan prinsip tersebut yaitu kategori tersebut harus halal berdasarkan dalil Alquran dan Sunnah serta tidak bersentuhan dengan perkara yang najis. Dia mencontohkan, daging sapi akan menjadi haram jika tempat atau alat pemotongannya bersentuhan dengan najis. “Penentuan tersebut berdasarkan hasil audit tim LPPOM MUI,”jelasnya.

Anwar mengatakan, semua pihak bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan terhadap umat Islam terutama pemerintah. Menurut dia, pemerintah didorong mengatur regulasi makanan halal dan haram agar masyarat Muslim Indonesia merasa aman dengan produk yang mereka gunakan dan konsumsi. “Masyarakat juga jangan risih memastikan ke produsen tentang ke halalan produk yang mereka jual,”katanya.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement