Selasa 06 Jul 2010 03:31 WIB

Tradisi Sosial Islam Kiai Dahlan Masih Relevan

Rep: yus/ Red: Krisman Purwoko
KH Ahmad Dahlan
KH Ahmad Dahlan

REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Pembelaan terhadap kaum miskin dan tertindas sejatinya sudah menjadi bagian integral dari perjalanan sejarah Persyarikatan Muhammadiyah. Kiai Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah sudah mengembangan tradisi sosial Islam Indonesia yang hingga kini masih berlanjut dan relevan.

Menurut penjelasan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Abdul Munir Mulkhan, keterikatan Muhammadiyah dengan kerja-kerja sosial adalah inti dari gerakan pembaruan seperti dicetuskan oleh Kiai Dahlan. “Dalam perspektif sejarah kelahirannya, persyarikatan memang sudah pro kaum dhuafa,’’ papar Munir Mulkhan, Senin (5/7).

Berbicara dalam bedah buku berjudul Satu Abad Muhammadiyah di kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), pengamat sosial keagamaan ini menegaskan, berbagai amal usaha yang dilaksanakan mulai tahun 1921, benar-benar menyentuh kalangan bawah, mulai dari bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.

Amal-amal usaha itu tidak berorientasi keuntungan. Dia mencontohkan, sebuah rumah sakit yang baru didirikan Muhammadiyah pernah merugi ribuan gulden (mata uang Belanda). “Pasien miskin yang datang berobat tidak dipungut biaya sepeser pun, tapi rumah sakit tetap eksis dengan memakai konsep subsidi silang,’’ papar dia.

Menurut Munir Mulkhan, mekanisme semacam itu dapat diterapkan pada masa kini. Selain itu, pemanfaatan potensi zakat juga perlu dioptimalkan. Dengan demikian, kerja-kerja pelayanan menjadi tidak terhambat oleh ketiadaan dana.

Di samping itu, salah satu pendorong aktivitas amal usaha Muhammadiyah pada masa Kiai Dahlan adalah sifat persyarikatan yang inklusif. Muhammadiyah tidak mempermasalahkan siapapun, meski berbeda latar belakang dan agama, untuk membantu pengembangan pelayanan sosial keumatan.

Hal tersebut ditandai dengan diperkenankannya kalangan non Muslim atau yang bukan warga Muhammadiyah, menjadi anggota persyarikatan. ‘’Mereka didudukkan dalam anggota kehormatan atau anggota donatur, jadi sangat terbuka,’’ sambung mantan wakil sekretaris PP Muhammadiyah ini.

Oleh karenanya, dia berharap gerakan pembaruan dan pelayanan dari pendiri Muhammadiyah tetap dipertahankan serta dikembangkan pada ijtihad abad kedua ini. Program-program sosial harus secara riil bermanfaat bagi masyarakat di lapisan bawah.

Sementara Penasehat PP Muhammadiyah Ahmad Syafi’i Ma’arif menengarai saat ini ada ketegangan antara semangat untuk berekspansi dalam amal usaha, dengan upaya mengembangkan pemikiran bercorak intelektual. Bila keduanya saling meniadakan, dia khawatir masa depan persyarikatan sulit diprediksi.

‘’Akan tetapi bila ekspansi amal usaha menghargai kecenderungan intelektual, akan tercipta satu keseimbangan sehingga Muhammadiyah mampu menghadapi tantangan abad kedua perjuangannya,’’ tegas Buya Syafi’i.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement