Selasa 22 Jun 2010 06:31 WIB

Awas, Tafsir Sesat Soal Homoseksual Mulai Digulirkan

Red: irf
ilustrasi
Foto: ap
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--April 2010 lalu, saat mengunjungi kampus School of Oriental and African Studies di London, saya menemukan sebuah buku berjudul Homosexuality in Islam: Critical Reflection on Gay, Lesbian, and Transgender Muslims, (Oxford: Oneworld Publications, 2010), karya Scott Siraj al-Haqq Kugle. Karena penasaran akan isinya, saya beli buku itu, dengan harga 19,99 poundsterling. Buku setebal 355 halaman ini ternyata berisi seruan untuk menghalalkan praktik homoseksual.

Di Indonesia, pemikiran semacam ini juga sudah mulai digulirkan, baik oleh praktisi homo dan lesbi, maupun sejumlah cendekiawan dan akademisi di Perguruan Tinggi. Salah satu metode yang digunakan dalam 'halalisasi' praktik homoseksual adalah dengan merumuskan model penafsiran baru terhadap Alquran. Ia tulis bab khusus berjudul "Liberating Qur'an: Islamic Scripture".

Kisah Nabi Luth, misalnya, ditafsirkan dengan model baru. Menurut penulis, para ahli hukum Islam selama seribu tahun lebih telah salah paham dalam soal penafsiran kisah Luth ini. Penulis buku ini menyatakan bahwa selama ini, pelarangan terhadap praktik homoseksual itu merupakan kekeliruan dalam menafsirkan Alquran. Padahal, katanya, kaum Luth dihukum oleh Allah, bukan karena mereka homo, tetapi karena mereka kafir dan membangkang.

Sebenarnya soal praktik homoseksual ini sudah jelas statusnya dalam agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Selama ribuan tahun, status pelaku homoseksual juga jelas. Dalam Kitab Imamat (Leviticus) 20:13, disebutkan: "Bila seorang lakilaki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri."

Dalam Islam, hingga kini, praktik homoseksual tetap dipandang sebagai tindakan bejat.

Di dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa praktik homoseks merupakan satu dosa besar dan sanksinya sangat berat. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut." (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, anNasai, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaki).

Namun, paham humanisme telah menyihir banyak orang. Nilai-nilai Barat modern mulai menggusur nilai agama. Yang penting adalah progresivitas, kemajuan. Semua harus tunduk pada kemajuan. Ajaran-ajaran agama yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan harus diubah. Dibuatlah istilah baru, seperti "Fiqih Humanis", "Fiqih yang lebih manusiawi", dan sebagainya.

Pada akhirnya, seperti penulis buku ini, kaum pembaru ­­yang bukan mujaddid­­ ini mendesak agar syariat Islam diubah, sesuai dengan perkembangan zaman. Ia mengusulkan perlunya ada syariat yang selalu berkembang (evolving shariah). Dengan itu, syariat Islam bisa menerima praktik homoseksual.

Inilah contoh taghrib, dan bukan tajdid. Yang haram jadi halal, yang halal dijadikan haram. Zina disahkan; tidak dianggap kriminal; dianggap masalah privat. Pezina dipuja sebagai idola. Tapi, menikah baik-baik dengan cara agama, justru bisa terancam masuk penjara.

sumber : adian husaini, peneliti INSIST
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement