Ahad 18 Apr 2010 01:23 WIB

Pencabutan UU Penodaan Agama Potensial Munculkan Logika Liar

Rep: bachrul ilmi/ Red: irf
Suasana sidang uji materi UU Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi
Suasana sidang uji materi UU Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi

JAKARTA--Menteri Agama Surya Dharma Ali menyatakan mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan kekerasan bila Mahkamah Konstitusi memutuskan mencabut UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama. Namun, masyarakat terkadang memiliki logika sendiri dalam menyikapi tindakan dinilai mengancam keyakinan agama sehingga berujung pada tindakan anarkis.

"Ya kalau imbauan (tidak berlaku anarkhis) bisa saja, tapi kadang masyarakat punya logika sendiri seperti kasus Tanjung Priok," kata dia, Sabtu, (17/4). Menurut Surya, Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas Muslim. Bagi mereka, agama adalah soal keyakinan yang tidak boleh dipermainkan.

Karena itu, UU PPA menjadi penting untuk melindungi keyakinan mereka dari tindakan pelecehan. "Apalagi umat Islam punya pengalaman, ajarannya, akidahnya diacak-acak oleh kelompok tertentu. Al Aqurannya dirubah-rubah, ada nabi baru dan seterusnya," ujarnya.

Surya juga menilai tindakan sebagian pihak yang menuntut pencabutan UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama hanya mencari-cari masalah saja. Alasannya, sejak diberlakukan pada 1965 hingga kini, UU itu cukup efektif mencegah terjadinya pelecehan agama dan menjadi pendukung kerukunan umat beragama.

Karena itu, Surya meminta putusan majlis hakim MK Senin pekan depan tidak mencabut tapi mempertahankan UU PPA. Hal itu sehingga konflik sosial antarumat beragama bersumber pelecehan tidak terjadi. Dalam situs MK tercatat, pleno pengucapan putusan pengujian seluruh atau sebagian pasal UU Penodaan Agama bakal dilakukan pada pukul 14.00 WIB, Senin, 19 April mendatang. Sedangkan, beberapa lembaga pemohon uji materi yang menginginkan pencabutan UU tersebut adalah Imparsial, Elsam, PBHI, DEMOS, Perkumpulan Masyarakat Setara, dan Yayasan Desantara. Sementara, pemohon perorangan adalah almarhum KH Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, M Dawam Rahardjo, dan KH Maman Imanul Haq.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement