Kamis 02 Feb 2023 13:20 WIB

Beda Identitas Politik dan Politik Identitas Menurut KH Cholil Nafis

Politik identitas dan identitas politik memiliki perbedaan.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Hafil
 Beda Identitas Politik dan Politik Identitas Menurut KH Cholil Nafis. Foto:  Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Beda Identitas Politik dan Politik Identitas Menurut KH Cholil Nafis. Foto: Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI KH Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, angkat suara terkait banyaknya salah paham masyarakat soal identitas politik dan politik identitas. Sebab, Cholil mengatakan, kedua istilah itu memiliki perbedaan.

Ia menerangkan, politik identitas itu menjadikan agama atau suku untuk mendulang suara dan menafikan kelompok lain dengan cara merendahkan. Sedangkan, identitas politik, misal seorang Muslim, lalu orang Muslim itu berpartai atau berpolitik.

Baca Juga

"Apakah itu di PKB, PPP, PDI, Golkar, Gerindra, Perindo, PAN, itu kan ada identitasnya, kan tidak apa-apa, identitas itu kita sumbangkan untuk bangsa," kata Cholil usai menghadiri Ijtima Ulama Jakarta yang digelar PKB, Kamis (2/2/2023).

Artinya, ia menuturkan, ketika ada tokoh-tokoh politik datang kepada tokoh-tokoh agama seperti kiai sebenarnya tidak apa-apa. Misal, mereka minta saran membangun bangsa yang baik, minta doa ingin menjadi calon, minta arahan kepada kiai itu.

Kemudian, akan disarankan agar dalam kampanye tidak merendahkan yang lain, tidak memukul kelompok lain tidak menginjak kelompok lain, itu baik-baik saja. Namun, ia mengingatkan, jangan sampai datang malah menafikan kelompok-kelompok lain.

Baik itu menjelekkan tokoh-tokoh agama lain, agama-agama yang lain, itu yang tidak boleh dan buruk. Apalagi, lanjut Cholil, sampai menuding pihak-pihak lain yang tidak sejalan tidak boleh memimpin bangsa, itu yang tidak boleh dilakukan.

"Jangan sampai datang ke kiai yang satu, mengatakan kiai yang lain, agama yang lain atau tokoh agama yang lain itu buruk, tidak boleh memimpin bangsa ini," ujar Cholil.

Di MUI sendiri, ia menekankan, secara kelembagaan tidak boleh dipakai untuk kepentingan politik. Tapi, jika ada individu-individu di MUI akan berpolitik tentu disilakan, sehingga tidak ada pembatasan untuk hak politik seseorang.

Termasuk, lanjut Cholil, jika ada individu-individu di MUI yang memilih untuk masuk ke partai politik. Sebab, ia menegaskan, itu merupakan hak politiknya dan yang tidak boleh menyampaikan politik dengan membawa MUI ke arah politik itu.

Sekalipun nanti ada individu-individu yang membawa MUI untuk kepentingan politik orang tersebut, Cholil menekankan, orang itu sudah ke luar dari fatsul. Di MUI sendiri, sudah ada aturan organisasi yang mengatur pelanggaran seperti itu.

"Tapi, kalau hak individu silakan, kita tidak bisa menghalangi hak individu masing-masing orang untuk berpolitik atau mendukung figur/politik tertentu," kata Cholil. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement