Sabtu 05 Sep 2020 12:19 WIB

Pahala Thawaf

Thawaf adalah bukti tunduk dan  menyerah kepada Allah SWT.

Suasana jamaah haji berthawaf
Foto: Nashih Nashrullah Republika
Suasana jamaah haji berthawaf

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA

Secara etimologi, thawaf berarti berkeliling atau memutari sesuatu atas sesuatu. Sedangkan secara terminologi thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh putaran dengan niat yang khusus di tempat tertentu.  Dalam rangkaian ibadah haji, thawaf merupakan salah satu dari lima rukun haji, yakni ihram, wukuf di Arafah, thawaf, sa’i, dan tahalul.

Allah SWT memerintahkan, “Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. al-Hajj/22: 29). Menurut pengarang Tafsir Jalalain yang dimaksud rumah yang tua dalam ayat ini adalah rumah kuno. Maksudnya Baitullah adalah rumah pertama yang dibuat untuk ibadah oleh manusia.

Sedangkan thawaf yang dimaksud adalah thawaf ifadhah, yakni thawaf yang menjadi rukun haji. Sebab selain thawaf ifadhah dikenal juga thawaf qudum, yakni thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji baru tiba di Mekah. Sedangkan thawaf yang dilakukan ketika jamaah haji meninggalkan Mekah disebut thawaf wada’.

Di samping melakukan beragam jenis thawaf tersebut, jamaah haji dan umrah dapat menambah pahala dengan melaksanakan thawaf sunah. Yakni thawaf yang tidak dikaitkan dengan ibadah haji dan umrah. Thawaf sunah bisa dilakukan sewaktu-waktu secara tidak tertentu. Umumnya dilakukan sebelum masuk waktu shalat fardhu atau sesudahnya.

Nabi SAW bersabda, “Setiap sehari semalam Allah menurunkan seratus dua puluh rahmat atas Baitullah. Enam puluh rahmat untuk yang melakukan thawaf, empat puluh untuk yang melakukan shalat, dan yang dua puluh untuk yang memandang Ka’bah.” (HR. Thabrani). Inilah salah satu pahala thawaf, yakni mendapat enam puluh rahmat Allah SWT.

Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang thawaf sebanyak tujuh kali dan ia tidak mengucapkan kecuali “Subhanallah, Alhamdulillah, Laa ilaaha Illallah, Allahu Akbar, Laa haula wa laa quwwata illaa billaah, maka dihapuskan padanya sepuluh kesalahan, dituliskan sepuluh kebaikan dan diangkat derajatnya sepuluh tingkat.

Dan siapa yang melakukan thawaf dengan berkata-kata (tidak berdzikir) maka seakan-akan ia berenang pada rahmat Allah dengan kedua kakinya saja (tanpa jasadnya),  seperti ia berenang di air dengan kedua kakinya.” (HR. Ibnu Majah). Inilah kemurahan Allah SWT bagi yang thawaf, kendati tidak mampu berzikir tetap diberikan pahala.

Secara simbolik, thawaf merupakan satu jenis ibadah yang mengikuti ibadahnya para malaikat yang mengelilingi Arasy. Namun demikian, tidak hanya makhluk mikrokosmos seperti manusia dan malaikat yang melakukan thawaf, makhluk makrokosmos di alam raya ini juga beredar  mengelilingi (thawaf) pusat galaksi pada garis edarnya (al-falaq).

Jadi secara filosofis, thawaf adalah bukti tunduk dan  menyerah kepada Allah SWT yang dilakukan oleh semua makhluk-Nya dengan cara masing-masing. Misalnya bumi dan bulan konsisten pada ketentuan Allah SWT berthawaf (mengelilingi) matahari. Di samping itu, bumi sambil thawaf (mengelilingi) matahari, ia berthawaf juga mengelilingi bulan.

Secara retoris, Allah SWT bertanya, “Apakah kamu tidak mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya.” (QS. al-Hajj/22: 18).

Salah satu cara untuk bisa beribadah thawaf harus datang ke Baitullah di kompleks Masjid Haram di kota  suci Mekkah. Oleh karena itu, bagi siapa saja yang sudah punya niat kuat dan diberikan rezeki dan kesehatan  dapat menghubungi biro perjalanan haji dan umrah yang amanah dan tepercaya. Semoga kita bisa thawaf tahun ini mengelilingi Baitullah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apakah internet dan teknologi digital membantu Kamu dalam menjalankan bisnis UMKM?

  • Ya, Sangat Membantu.
  • Ya, Cukup Membantu
  • Tidak
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.

(QS. Al-Baqarah ayat 213)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement