Selasa 22 Aug 2017 17:01 WIB

Zaytuna dan Madrasah Nizamiyah Berkembang dari Wakaf

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Bagian luar Masjid Agung Zaytuna.
Foto: Wikipedia
Bagian luar Masjid Agung Zaytuna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Zaytuna juga berdiri pada 731 berkat jalan wakaf. Masjid sekaligus pusat pendidikan tinggi ini terletak di Tunis, ibu kota Tunisia. Sosok penggagasnya adalah Ahmad bin Abu Diyaf bin Abu Dinar yang melaksanakannya atas perintah Hasan bin an-Nu'man, sang penakluk Kartago. Sumber lain menyebutkan, Ubaidillah bin al- Habhab atau khalifah dari Bani Umayyah, Hisyam bin Abdul Malik sebagai pemrakarsanya.

Pendirian Zaytuna pada awalnya lantaran ketiadaan masjid raya di Tunis pada waktu itu pascapenaklukan Kartago. Sejak abad ke-13, Tunisia telah menjadi wilayah penting bagi peradaban Islam di pesisir Laut Tengah atau Afrika Utara.

Di bawah kekuasaan Khalifah Hafsid, Masjid Zaytuna berkembang bukan hanya sebagai rumah ibadah, melainkan terutama kompleks intelektual. Hal ini ditunjang dengan kelengkapan fasilitas keilmuannya. Khususnya, perpustakaan Zaytuna yang pada waktu itu termasuk yang paling megah di Barat.

Jumlah koleksinya mencapai 10 ribuan buku, termasuk beberapa manuskrip langka, tentang pelbagai bidang kajian. Mulai dari sains, tata bahasa, logika, kaidah penelitian ilmiah, kosmologi, geometri, dan kursus.

Ibnu Khaldun merupakan salah satu lulusan terbaik Universitas Zaytuna. Pemilik nama lengkap Abdul Rahman bin Khaldun itu bergelar Bapak sosiologi modern dan peletak dasar filsafat sejarah. Pria kelahiran Tunis tahun 1332 itu telah menulis banyak karya, antara lain Kitab al-Ibar (tujuh jilid) dengan jilid pertamanya berjudul Muqaddimahyang dikenal dengan terjemahan berjudul Prolegomena. Buku tersebut dianggap sebagai uraian yang paling mula-mula bersifat sistematis mengenai seluk-beluk ilmu sosial.

Selain Ibnu Khaldun, ada pula beberapa nama lain yang merupakan produk intelektual Universitas Zaytuna, yakni Ibnu 'Arafa, Imam Maziri, dan Abdul Qasim Asyibi. Ibnu 'Arafa lahir pada 1316 di Tunis dan merupakan pakar mazhab Maliki yang terkemua dalam periode Dinasti Hafsid. Selain ilmu fiqih, ia juga menguasai ilmu matematika, kedokteran, dan retorika. Selama beberapa tahun, Ibnu 'Arafa memimpin Universitas Zaytuna dan menjadi imam tetap di masjid yang sama.

Dalam karier profesionalnya, Ibnu 'Arafa sempat berpolemik dengan Ibnu Khaldun. Sebagaimana Ibnu 'Arafa, Imam Maziri juga ahli dalam bidang ilmu fikih mazhab Maliki. Sepanjang karier intelektualnya, Imam Maziri telah berkelana ke banyak kota-kota pelajar di Afrika Utara, termasuk al-Iskandariah, Tripoli, dan Gafsa. Adapun Abdul Qasim Asyibi meru pakan penyair dari abad ke-20. Salah satu karyanya telah menjadi lagu kebangsaan Tunisia.

Berikutnya, yang juga menjadi berkembang berkat wakaf adalah Madrasah Nizamiyah. Menurut Oxford Islamic Studies, lembaga tersebut pertama kali berdiri di Baghdad pada 1067. Pendirinya adalah penakluk berkebangsaan Persia, Nizamul Mulk (wafat 1092). Nizamiyah menganut mazhab Imam Syafii secara fikih. Namun, konsennya bukan hanya pada soal ilmu-ilmu agama, melainkan juga sains. Beberapa nama ilmuwan yang kariernya cemerlang dari Madrasah Nizamiyah adalah Imam Ghazali.

Menurut Hatim Mahamid dalam artikelnya, "Waqf and Madrasas in Late Medi eval Syria" (2012), embangunan Madrasah Nizamiyah bermula di Baghdad dalam masa penguasa Dinasti Seljuk, Nizamul Mulk. Nama institusi pendidikan itu berasal dari nama raja tersebut. Bagaimanapun, wakaf menjadi dasar pendirian madrasah tersebut sehingga Nizamul Mulk lebih sebagai pelindung pengelolaannya.

Madrasah Nizamiyah segera ditiru oleh sejumlah penguasa Muslim di timur yang hendak mendirikan organisasi pendidikan publik bagi rakyatnya masing- masing, semisal di Suriah atau Mesir. Mahamid mencatat, setidaknya sejak masa Sultan Nuruddin Zangi (wafat 1173), cukup banyak institusi pendidikan yang bermunculan berkat pemanfaatan wakaf, khususnya di Suriah.

Kecenderungan ini berlanjut di masa pemerintahan Dinasti Ayyubi dan Kesultanan Mamluk. Dalam konteks ini, 'sinar' pengaruh Nizamiyah di Baghdad terjembatani ke Barat, utamanya Andalusia dan seantero Eropa, melalui Suriah dan Mesir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement