Rabu 16 Aug 2017 23:59 WIB

Wakaf Hidupkan Masyarakat Madani

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Masjid Nabawi
Foto: Republika/Karta Rahardja
Masjid Nabawi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Masjid Nabawi merupakan satu contoh bagaimana wakaf dapat menghidupkan masyarakat madani. Bahkan, kebermanfaatannya langgeng ribuan tahun lamanya sampai kini. Pembangunan Masjid Nabawi dimulai pada bulan Rabiul Awal tahun pertama hijriyah atau September 622 Masehi.

Keberadaan Masjid Nabawi merupakan tonggak awal peneguhan negara Islam pertama. Rasulullah SAW bermaksud menjadikan masjid ini sebagai pusat peradaban baru yang didasarkan pada wahyu Ilahi. Untuk itu, semangat gotong royong menjadi tenaga pendorong.

Kisahnya bermula sejak Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar ash-Shidiq tiba dari Mekkah di Yas- trib (Madinah). Betapa lega dan gembiranya masyarakat Muslim Madinah menyambut pemimpin mereka itu sehabis melakukan per- jalanan hijrah yang sangat berba- haya. Begitu sampai, ber bon- dong-bondong warga Madinah menawarkan rumahnya untuk men- jadi tempat tinggal Rasulullah SAW.

Demi memberi keputusan yang adil. Rasulullah SAW membiarkan untanya berjalan tanpa tuntunan. Binatang itu berhenti di sebidang lahan. Di sanalah Rasulullah SAW memutuskan lokasi pendirian masjid dan tempat tinggalnya sendiri selama di Madinah.

Lahan itu ternyata milik dua orang anak yatim yang diasuh Asas bin Zararah, yakni Suhail dan Sahl. Rasulullah SAW meminta kerelaan keduanya agar mau menjual tanah tersebut. Adapun mereka lebih suka mewakafkannya kepada Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah SAW merasa enggan dan lebih memilih untuk membelinya dari mereka. Keduanya pun setuju.

Lahan itu terjual kepada Rasulullah SAW dengan harga 10 dinar. dalam proses pembangunannya mula-mula, sejumlah makam dan kebun kurma yang berada di lahan ini dipindahkan ke lokasi yang berbeda. Dengan begitu, lahan wakaf Ra sulullah SAW ini benar-benar siap sebagai lokasi pendirian Masjid Nabawi.

Tangan Rasulullah SAW sendiri yang meletakkan batu pertama fondasi Masjid Nabawi. Beliau mendekapkan batu besar itu di dadanya untuk kemudian meletakkannya di atas lahan tersebut.

Sejumlah sahabat hendak mencegah agar Rasulullah SAW tidak perlu berlelah-lelah. Namun, beliau dengan sopan mencegah mereka. Inilah teladan kepemimpinan gotong-royong, bukan bermental pen- guasa yang tahu serbaberes.

Perlu waktu sekitar 12 hari untuk membangun Masjid Nabawi.

Bentuknya amat sederhana, tidak se megah kini. Kala itu, luas bangu- nan masjid ini sekira 35x30 meter persegi, dengan tinggi sekira 17 has ta. Atapnya terbuat dari pelepah daun kurma yang telah dijemur.

Dindingnya merupakan lempung tanah dan batu-batu yang disusun rata.

Ada tiga pintu masuk untuk para jamaah masuk ke masjid yang bersisian dengan kediaman Rasul- ullah SAW ini. Pintu pertama bernama Bab ar-Rahmahyang terletak di sisi timur dan menghubungkan bagian dalam masjid dengan kedia- man Rasulullah SAW. Pintu kedua, Bab Jibril, terletak di sisi barat. Dinamakan demikian untuk menghormati malaikat Jibril meskipun pintu ini kerap disebut Bab as-Salam juga.

Pintu ketiga mengarah ke kiblat, yakni Masjid al-Aqsha. Pintu tersebut kemudian ditutup seiring dengan perintah Allah mengenai pergantian kiblat shalat kaum Mus- lim ke Ka'bah di Makkah. Di sebelah satu dinding luar Masjid Nabawi juga menjadi ruangan bagi orang- orang Muhajirin yang tidak memiliki tempat tinggal.

Masjid Nabawi mengalami perluasan pada tahun ketujuh sesudah hijrah. Rasulullah SAW memerintah kan renovasi masjid tersebut pa da sisi timur, barat, dan utara nya. Setelah itu, luas Masjid Nabawi men ca pai 2. 475 meter persegi. Da lam ca tatan Ensiklopedi Islam, luas itu masih bertahan hingga masa kekhilafahan Abu Bakar ash-Shidiq.

Perubahan terjadi pada tahun ke-17 hijriyah, ketika Khalifah Umar bin Khattab memerintah. Masjid Nabawi diperlebar pada sisi sela- tan, barat, dan utara. Luasnya men- jadi 140x120 hasta persegi. Ada penambahan pintu-pintu antara lain Bab an-Nisa'yang diperuntukkan bagi jamaah perempuan. Perluasan dan perbaikan Masjid Nabawi sejak masa kehidupan Rasulullah SAW sampai periode-periode berikutnya berlangsung dalam semangat wakaf, baik itu soal penyediaan bahan bangunannya maupun tenaga pembangunnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement