Selasa 18 Apr 2017 14:06 WIB

Perhatian Agama untuk Orang Miskin

Dhuafa
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Dhuafa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada dasarnya, semua agama, Samawi (langit) maupun Ardhi (agama ciptaan manusia), memiliki perhatian dan kepedulian terhadap orang miskin. Semua agama memandang, tanpa persaudaraan antara yang kaya dan miskin, tidak akan terwujud kesejahteraan masyarakat. Mereka saling membutuhkan sehingga tercipta keserasian dan keseimbangan.

Di lembah eufrat (Tigris) sekitar 4000 tahun Sebelum Masehi (SM) ditemukan seorang tokoh yang punya kepedulian dalam masalah sosial. Namanya Hammurabi, orang pertama yang menyusun peraturan-peraturan tertulis--dan masih bisa dibaca sekarang ini--berkata bahwa Tuhan mengirimnya ke dunia ini untuk mencegah orang-orang kaya bertindak sewenang-wenang terhadap orang lemah, membimbing manusia, dan menciptakan kemakmuran buat umat manusia.

Dan, beribu tahun sebelum masehi, seperti dikatakan Karel Sjobanz, orang Mesir kuno selalu merasa menyandang tugas agama sehingga mengatakan, ''Orang lapar, aku beri roti. Orang yang tidak berpakaian, kuberi pakaian. Kubimbing kedua tangan orang-orang yang tidak mampu berjalan ke seberang dan aku adalah ayah bagi anak-anak yatim, suami bagi janda-janda, dan tempat menyelamatkan diri bagi orang-orang yang tertimpa hujan badai.''

Dan, agama-agama langit tentu saja lebih kuat dan lebih dalam lagi mendorong tingkat kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Agama mengajarkan orang yang mampu untuk menolong yang miskin, yang kuat menolong yang lemah, dan yang sehat menolong yang sakit.

Dalam Alquran, disebutkan, para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah diperintahkan untuk mengajak masyarakat mengerjakan perbuatan kebajikan, mendirikan shalat, dan membayar zakat.

Dalam surah Al-Anbiya ayat 73, dijelaskan, ''Kami jadikan mereka pemuka-pemuka yang memimpin menurut perintah Kami. Kami wahyukan kepada mereak agar melakukan perbuatan baik-baik, dan mendirikan shalat, membayar zakat, dan menyembah kepada Kami (Allah).''

Lalu, pada surah Maryam ayat 54, Allah berfirman, ''Ceritakanlah Ismail dalam kitab Alquran, sungguh ia berpegang setia pada janji-janjinya; ia seorang rasul, seorang nabi. Ia selalu menyuruh keluarganya shalat dan berzakat. Dan, ia dirdhai oleh Tuhan.''

Perintah serupa juga disampaikan kepada Nabi Isa AS. ''Dan, Tuhan memerintahkan kepadaku agar mendirikan shalat dan membayar zakat selama aku hidup.'' (QS Maryam: 31).

Kepada Bani Israil. ''Dan, sungguh Allah telah menambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami angkat di antara mereka 12 pemimpin. Allah berfirman, 'Sungguh AKu bersama kalian. Bila kalian mendirikan shalat, menunaikan zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku dan membantu mereka, serta meminjami Allah pinjaman yang baik, pasti Kuampuni kesalahan-kesalahan kalian dan Kumasukkan kalian ke dalam taman-taman yang di dalamnya mengalir sungai-sungai. Tetapi, barang siapa di antara kalian ingkar sesudah itu, ia sungguh sesat dari jalan yang lurus’.'' (QS Almaidah: 12).

Begitu juga dalam kitab Taurat disebutkan, ''Barang siapa menyumbat telinganya akan tangis orang miskin, ia pun kelak akan berteriak, tetapi tiada yang mendengar akan suaranya. Dengan persembahan yang sembunyi, orang akan memadamkan murka. Orang yang baik matanya itu akan diberkati karena ia telah memberikan rotinya kepada orang miskin.'' (Taurat, surat Amsal pasal 21-22).

Begitu juga dalam Injil, banyak perintah-perintah Allah bagi umat Nasrani agar memiliki kepedulian sosial terhadap orang-orang miskin.

Dengan berbagai keterangan ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya tidak ada satu agama pun di dunia ini, baik agama ardhi (bumi) maupun Samawi (langit), yang tidak memerintahkan dilaksanakannya kewajiban berzakat untuk membantu fakir miskin. Bahkan, kegiatan sosial ini sudah ada sejak zaman dahulu kala.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement