Kamis 21 Jul 2016 23:46 WIB

Belajar dari Kesederhanaan Ayahanda Menag Lukman Hakim Saifuddin

Rep: c62/ Red: Nasih Nasrullah
KH Saifuddin Zuhri
Foto: nu.or.id
KH Saifuddin Zuhri

REPUBLIKA.CO.ID,KH Saifuddin Zuhri, ayahanda dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, adalah tokoh panutan.

Ketika menjabat sebagai menag ke-9 (1962-1967) pada Kabinet pemerintahan Presiden Sukarno, ia dikenal tidak mau memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadinya.

Ia pernah menolak menghajikan adik iparnya, Mohammad Zainuddin Dahlan dengan biaya dinas dari Departemen Agama ketika ia menjabat sebagai menag pada saat itu.

Mengutip buku "Menapak Jejak Mengenal Watak Tokoh dan Ulama NU", Zainuddin Dahlan menuturkan sebagai adik iparnya Saifuddin Zuhri, Zainuddin bisa saja berangkat haji dengan biaya perjalanan dinas.

Namun tidak  bagi KH Saifuddin Zuhri. Justru karena ada ikatan saudara yang membuat ia tidak memberangkatkan adik iparnya tersebut.

Padahal sebelumnya sudah banyak orang-orang yang telah mengabdikan diri kepada masyarakat diberangkatkan oleh Departemen yang dinahkodai oleh Sang Kakak Ipar, ketika itu.  

"Sebagai orang yang sudah banyak berjasa, sudah selayaknya departemen menghajikanmu. Apalagi kamu juga pernah berjuang dalam perang kemerdekaan," kata Kiai Saifuddin. 

"Namun ada satu hal yang menyebabkan saya tidak mungkin membantumu pergi haji melalui departemen yang aku pimpin ini. Yaitu ‎karena kamu adik iparku. Coba jika kamu itu orang lain, sudah lama aku hajikan, " ujarnya lagi.

Atas sikap kesatria Zainuddin Dahlan, penolakan kakak iparnya itu tidak membuatnya sakit hati dan membencinya. Malahan, sikap tersebut membuat Zainuddin bangga masih ada pejabat negara yang tak memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi.   

Sikap aji mumpung boleh berlaku untuk pejabat lain, tetapi tidak bagi KJ Saifuddin Zuhri. Sehingga sampai akhir hayat hidupnya sangat bersahaja dan sederhana. Meski demikian tidak berarti dia tidak senang bermewah-mewahan dala hidup sehari-hari.

Karakter pribadi yang sederhana dengan integritas tinggi itu telah dipupuk sejak ia kecil oleh kedua orang tuanya.

Ia tetap memilih hidup dalam kesederhanaan. Ia bahkan dikisahkan tetap memilih berdagang beras di Pasar Glodok sehabis Shalat Dhuha meski pernah menjabat menteri agama.


Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement