Rabu 29 Oct 2014 07:07 WIB

5 Temuan Umat Islam yang Mengubah Dunia

Bubuk kopi memiliki banyak manfaat untuk kecantikan.
Foto: breakfastwithaudrey.com.au
Bubuk kopi memiliki banyak manfaat untuk kecantikan.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Jauh sebelum masyarakat Barat menjadi konsumen kopi paling setia, umat Islam di masa lalu lebih dulu menemukannya. Menurut cataran sejarah, sekitar tahun 1.400-an, kopi menjadi minuman populer di Jazirah Arab, utamanya Yaman.

Semasa kekalifahan Ustmaniyah, kopi menjadi komoditas andalan. Komoditas ini didatangkan secara langsung dari Yaman untuk dibawah ke seluruh wilayah Ustmaniyah. Kopi pun menyebar dari Kairo, Damaskus hingga Baghdad.

Di awal perkenalan kopi oleh warga Eropa, gereja Katolik menyebutnya sebagai minuman Muslim. Hingga pada akhirnya, kopi menjadi bagian dari era pencerahan Eropa. Pada masa itu, kopi menjadi teman para kalangan filsuf dan pemikir saat membahas masalah hak asasi, pemerintahan, dan demokrasi. Itulah sebabnya, kopi merupakan temuan paling penting di dunia Islam.

Dari kopi, temuan lain yang tak kalah penting adalah Aljabar. Cabang ilmu matematika ini merupakan temuan Muhammad bin Musa Al Khawarizmin (780-850). Dalam buku monumentalnya, Al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-jabr wa-l-Muqabala (The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing), ia membentuk prinsip-prinsip dasar persamaan aljabar.  Nama buku itu sendiri mengandung kata "al-jabr", yang berarti "selesai".

Dalam buku itu, al-Khawarizmi menjelaskan cara menggunakan persamaan aljabar dengan variabel yang tidak diketahui untuk memecahkan masalah dunia nyata seperti perhitungan zakat dan pembagian warisan. Aspek unik dari alasannya mengembangkan aljabar adalah keinginan membuat perhitungan hukum Islam lebih mudah. Karena saat itu belum ada kalkulator dan komputer.

Di Barat, Aljabar lebih dikenal dengan Algoritma. Saat ini, Aljabar menjadi satu panduan wajib pada ilmu matematika di dunia Barat.

Kesuksesan para ilmuwan Muslim melahirkan temuan brilian tidak terlepas dari manajerial pendidikan yang dikembangkan pada masa itu. Komposisi antara ilmu pengetauan dan agama menjadi perpaduan yang indah dari fondasi peradaban Islam.

Ini disimbolkan dengan keberadaan masjid. Selain sebagai tempat umat Islam beribadah, masjid juga merupakan pusat pendidikan. Di masjid, para ulama mendidik generasi muda dengan ilmu agama. Kemudian, muncul pemikiran untuk menurunkan ilmu lain, yang selanjutnya dikenal sebagai madrasah.

Saat itu, madrasah merupakan bagian dari masjid. Belum terpisah atau menjadi lembaga formal seperti sekarang. Barulah pada tahun 859, Dinasti Fatimiyah di Maroko mengembangkan Madrasah Al-Karaounine. DI madrasah itu, para pelajar mendapat ilmu pengetahuan yang dibarengi dengan imu agama. Mereka yang lulus dari madrasah akan diberikan ijaah.

Sejak itu, madrasah mulai menyebar ke seluruh wilayah berperadaban Islam. Lahir Universitas Al-Azhar Kairo. Kemudian, kekalifahan Seljuk membangun madrasah di seluruh Timur Tengah. Konsep pendidikan ini kemudian diperkenalkan di Spanyol, yang kemudian segera menyebar cepat di Eropa. Sejak itu, pemberian gelar atau ijazah menjadi satu temuan lain dari dunia Islam yang kini dipakai dunia Barat.

Temuan lain yang tak kalah penting adalah marching band. Semasa kejayaan Ustmaniyah, marching band adalah bagian dari unit militer Janissary. Tujuan unit ini adalah menakuti musuh dengan mengebuk drum besar dan simbal. Dunia Barat baru mengenal teknik ini ketika Ustmaniyah dikalahkan Kekaisaran Austria-Hongaria di Wina.

Temuan selanjutnya adalah fotografi. Sebelum era 'selfie', dunia Islam melalui Ibn Al-Haytham telah mengembangkan satu metode dibidang optik. Ia meneliti bagaimana kerja kamera lubang jarum, cikal bakal kamera modern.  Dia menyadari bahwa semakin kecil lubang jarum (aperture), semakin tajam kualitas gambar, memberinya kemampuan untuk membangun kamera yang sangat akurat dan tajam saat mengambil foto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement