Ahad 13 May 2018 19:45 WIB

Muhammadiyah: Keliru Jihad Dimaknai dalam Bentuk Kekerasan

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah menegaskan jihad tak dimaknai dalam bentuk kekerasan.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Bayu Hermawan
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti Memberikan Pernyataan Sikap Terkait Bom Bunuh Diri di Surabaya, di Hotel Century Jakarta, Ahad (13/5).
Foto: Republika/Rahmat Fajar
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti Memberikan Pernyataan Sikap Terkait Bom Bunuh Diri di Surabaya, di Hotel Century Jakarta, Ahad (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menegaskan jihad dalam Islam tidak dibenarkan jika dimaknai dalam bentuk bom bunuh diri. Menurut Mu'ti, jihad dalam Islam yaitu berisi perintah agar manusia melakukan semua hal dengan baik untuk mengharap ridha Allah.

"Jihad untuk mendatangkan kemaslahatan. Sangat keliru jika diekspresikan dalam bentuk kekerasan apalagi menewaskan yang tak berdosa," ujar Mu'ti, saat jumpa pers menyikapi bom bunuh diri di Surabaya, di Hotel Century Jakarta, Ahad (13/5).

Islam, lanjutnya, menghormati kehidupan dengan tidak melakukan kekerasan. Karena seluruh isi kehidupan merupakan anugerah dari Allah. Persoalan terorisme yang sering terjadi di Indonesia, menurutnya tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Ancaman terorisme sudah sangat serius.

Kendati demikian, Mu'ti meminta semua pihak agar tidak memandang perbuatan tersebut dalam kontek agama. Mu'ti mengatakan perbuatan kriminal apapun tidak terkait dengan agama tertentu manapun.

"Sehingga kaitan ini hendaknya aparatur keamanan tidak melihat agamanya tapi dilihat semata mata orang berbuat jahat. Ini sikap bijaksana agar tak ada pemahaman keliru," kata Mu'ti.

Mu'ti juga berharap pemerintah segera mengumpulkan tokoh-tokoh agama untuk menyikapi ancaman terorisme. Pasalnya, persoalan ini bukan hanya tugas pemerintah, namun semua pihak.

Teror bom melanda wilayah Surabaya pada Ahad (13/5) pagi. Ledakan bom pertama kali terjadi di Gereja Santa Maria di Jalan Ngagel, sekitar pukul 06.30 WIB. Ledakan bom kedua terjadi di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, sekitar pukul 07.15 WIB. Terakhir, aksi teror bom terjadi di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuna pada pukul 07.53 WIB.

Kabid Humas Kepolisian Daerah Jawa Timur Kombes Pol Frans Barung Mangera kembali mengungkapkan, hingga saat ini sebanyak 11 orang tewas akibat aksi teror tersebut. Sementara itu, untuk korban luka-luka yang saat ini dirawat masih berjumlah 41 orang. Kesemua korban dirawat di RS. Dr. Soetomo, RS Bedah Surabaya, RS Bhayangkara Surabaya dan lain sebagainya.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, pihaknya sudah berhasil mengidentifikasi para pelaku pengeboman di tiga gereja di Surabaya. Berdasarkan hasil identifikasi, lanjut Tito, pelaku pengeboman di tiga titik tersebut diduga kuat berasal dari satu keluarga.

Pelaku pengeboman di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jalan Arjuna, Surabaya, diduga kuat adalah bapak dari keluarga pelaku pengeboman. Pelaku pengeboman yang melancarkan aksinya menggunakan mobil Avanza tersebut diduga bernama Dita Upriyanto.

Kemudian untuk pelaku pengeboman yang melancarkan aksinya di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro, Surabaya, diduga kuat adalah istri dari Dita bernama Fuji Kuswati. Saat melancarkan aksinya, Fuji juga membawa dua anak perempuannya bernama Fadilah Sari (12) dan Famela Riskita (9).

Terakhir, yang melakukan pengeboman di Gereja Santa Maria, Jalan Ngagel, Surabaya, diduga kuat dua anak laki-laki dari Dita dan Fuji. Menurut Tito, kedua anak yang dimaksud bernama Yusuf Fadil (18) dan Firman Halim (16). "Semuanya adalah bom bunuh diri," ujar Tito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement