Kamis 16 Nov 2017 11:29 WIB

Ma'had Ali: Jangan Semuanya Diklaim Radikal

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Aksi radikalisme (ilustrasi)
Foto: indianmuslimobserver.com
Aksi radikalisme (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Radikalisme merupakan salah salah satu isu yang paling sering dibicarakan akhir-akhir ini. Karena, paham ini dianggap menjadi awal munculnya gerakan terorisme. Dampaknya, semua orang yang mempunyai pemahaman keagamaan yang kuat pun dituduh radikal semua.

Katib Ma'had Aly PP Salafiyah Syafi'iyah Situbondo KH Muhyiddin Khotib mengatakan, masyarakat saat ini sering mengklaim bahwa semua yang mendalami agama dianggap radikal, termasuk ahli hadis yang memang memiliki pola pikir tekstual.

"Dalam melakukan pengelompokan radikal ini kadang over juga. Jadi dalam ilmu keislaman ada orang ahli hadis, ada ahli tafsir. Orang hadis itu tekstual pada umumnya. Tapi tekstual itu sebetulnya bukan masuk radikal," ujarnya saat berbincang dengan Republika.co.id di Jakarta, belum lama ini.

Menurut dia, pola pikir tekstual tersebut tetap harus ada sebagai penyeimbang dari pola pikir ahli tafsir yang cenderung kontekstual dan sebagai penyeimbang dari kelompok liberal. Karena itu, ahli hadis tidak boleh disebut radikal seperti halnya kelompok garis keras yang selalu mengedepankan kekerasan.

"Ahli hadis memang kecenderungannya itu tekstual. Itu jangan diklaim seluruhnya radikal juga. Jadi mereka hanya sebatas pemikiran," ucapnya.

Dia menjelaskan, bahwa sejak dulu perbedaan pemahaman dalam Islam itu sudah ada sejak dulu. Karena itu, masyarakat saat ini harus menghormati perbedaan pemahaman yang masing-mading mempunyai dasar.

"Jadi dalam dunia Islam itu secara garis besar ada dua, ada kelompok ahli hadis itu di Hijaz, ada kelompok yang mengedepankan akal atau rasional itu di Irak," ucapnya.

Namun, tambah dia, pola pikir yang paling pas untuk digunakan di Indonesia adalah pola pikir moderat yang dibawa oleh Imam Syafi'i. Sementara, di Arab Saudi sendiri cendurung tekstual dalam memahami ajaran Islam. "Yang lebih rasional Imam Syafi'i lebih moderat. Sehingga enak rasanya menerimanya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement