Senin 28 Aug 2017 07:56 WIB

PCINU Belanda Diharapkan Berkiprah dalam Sertifikasi Halal

Rep: Muhyiddin/ Red: Dwi Murdaningsih
 Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga mengisi formulir sertifikasi halal secara on-line di kantor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Jakarta, Selasa (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, WAGININGEN  -- Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Belanda diharapkan dapat berkiorah dalam sertifikasi halal di Eropa. Belum lama ini PCINU menyelenggarakan seminar tentang 'Halal Certification: Promoting Sustainability and Fairness in Halal Concept' di Wageningen University & Research.

Rais Syuriah PCI NU Belanda, KH. Nur Hasyim berharap, PCINU Belanda dapat berkiprah dalam sertfikasi halal di Eropa. Karena itu, dalam seminar tersebut mengahdirkan pembicara dari berbagai lintas disipilin ilmu, agama, pangan, hukum, dan praktisi halal di Eropa.

“Seminar itu dimaksudkan untuk mendiskusikan perkembangan sertifikasi halal di Indonesia dan di dunia secara umum,” ujar Kiai Nur Hasyim kepada Republika.co.id dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/8).

Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar tersebut dan berharap agar PCINU Belanda dapat mengambil peran untuk mengembangkan kajian sertifikasi halal di Eropa. Dalam ceramahnya, ia menyampaikan materi tentang The root of halalan tayyiban concept in Islamic tradition and its contextualisation in the modern world.

Kiai Ma'ruf mengawali dengan menjelaskan tentang sejarah berdirinya lembaga sertifikasi halal di Indonesia yang dimulai sejak 1985. Saat itu, menurut Kiai Ma'ruf, terjadi keresahan di kalangan Muslim atas isu tercampurnya lemak babi dalam susu. Atas dasar ini, MUI kemudian melakukan sertifikasi halal terhadap makanan, obat-obatan, dan kosmetik.

Saat ini, menurut dia, sertifikasi halal MUI tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara di Asia, Eropa, Australia dan Amerika. Selain itu, kata dia, MUI juga memberi pengakuan terhadap sekitar 50 lembaga halal di dunia.

Kiai Ma'ruf menambahkan, sistem halal yang diterapkan MUI mengikuti paham yang paling ketat. Ia mencontohkan tentang perbedaan pendapat tentang status kehalalan binatang yang disembelih oleh non-Muslim. Dalam kasus seperti itu, lanjut dia, maka jelas bahwa MUI menganut pendapat yang lebih ketat dan hati-hati, yaitu mengharamkan.

"Hal ini didasarkan pada kaidah 'halal itu jelas, haram itu jelas. Di antara itu, ada yang abu-abu (syubhat)'," kata Kiai Ma'ruf.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement