Rabu 23 Aug 2017 14:00 WIB

Sebaik-baiknya Perubahan

Hijrah, ilustrasi
Hijrah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Namanya Mush'ab bin Umair. Para ahli sejarah melukiskan sifatnya dengan “Seorang warga Kota Makkah yang mempunyai nama paling harum.”

Bagaimana tidak, Mush'ab adalah pemuda tampan nan gagah. Ia mendapat kemewahan fasilitas dari orang tuanya. Ia adalah idola gadis-gadis Makkah. Saat ia berjalan, bau harumnya masih terasa di jalan-jalan yang ia lalui.

Namun, kala mendengar risalah Allah SWT lewat sosok Nabi Muhammad SAW, hatinya seketika terbuka. Ia tinggalkan semua kenikmatan dunia demi Islam. Namun, sang ibu marah besar mengetahui keimanan Mush'ab.

Mush'ab lantas bertransformasi, dari lelaki tampan pujaan warga Makkah menjadi lelaki dengan baju compang-camping penuh tambalan. Ia juga berubah, dari lelaki penyembah Latta dan Uzza menjadi lelaki dengan iman menggebu kepada Allah dan Rasul-Nya.

Simaklah perkataan Rasulullah menganai kondisi Mush'ab. “Dahulu aku lihat Mush'ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.” Semua mata sahabat tertunduk, tak sedikit basah meneteskan air mata karena melihat sang idola kini harus hidup sederhana. Perubahan, Mush'ab telah melakukan perubahan untuk dirinya.

Setiap orang perlu dan harus melakukan perubahan untuk dirinya. Berubah dari kegelapan menuju cahaya. Dari kebodohan menuju kegemilangan pengetahuan. Dari berharap pada manusia ke total menghamba kepada Allah SWT.

Manusia disebut makhluk hidup karena ia bergerak dan tumbuh. Hakikatnya ia berubah. Hanya orang-orang yang melakukan perubahan yang dapat hidup dan pantas disebut makhluk hidup. Manusia bukan makhluk yang berpangku tangan sembari panjang angan-angan. Ia bangkit dari keterpurukan demi sebuah perubahan.

Sebaik-baik perubahan adalah berubah kepada ketaatan kepada Allah SWT semata. Kita tidak pernah tahu kapan dan di mana argo kesempatan hidup kita berhenti. Manusia sebagai makhluk Allah SWT dinilai dari amal di akhir hayatnya. Apakah khusnul khatimah atau justru su'ul khatimah. Tugas kita bukan menebak-nebak bagaimana kesudahan akhir hidup kita. Adapun yang harus kita lakukan adalah terus berbuat kebaikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement