REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekertaris Komisi Dakwah MUI, Fahmi Salim menilai dugaan kasus makar tanpa bukti kuat merupakan bukti ketakutan berlebih terhadap aksi yang dilakukan umat Islam. "Dua kasus itu (makar) pada intinya adalah ketakutan yang berlebih," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (1/4).
Fahmi menilai, pemerintah harus mengerti perbedaan aksi makar dengan aksi menuntut keadilan. Dia mengatakan, aksi-aksi yang dilakukan umat Islam merupakan aksi menuntut keadilan hukum. "Tindakan makar itu kan (memiliki ciri) seperti mengendalikan aparat tertentu, dan memiliki jaringan, memiliki pasukan di lapangan," ujarnya.
Kalau hanya sekadar wacana, dia mengatakan, untuk meluruskan tindakan ataupun kebijakan pemerintah, itu bukan termasuk makar. "Ini harus kita bedakan, mana perbuatan makar, kudeta, mana perbuatan unjuk rasa untuk meminta kejelasan dan meminta keadilan dalam memberlakukan undang-undang," jelasnya.
Fahmi menambahkan, aksi 313 kemarin (31/3) merupakan aksi menuntut undang-undang pemerintah daerah ditegakkan untuk terdakwa kasus dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat ini masih terus menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. "Undang-Undang Pemerintah Daerah sudah menyatakan bahwa kalau ada kepala daerah tersangkut masalah hukum, berstatus terdakwa, tidak harus menunggu keputusan tetap, itu sudah harus diberhentikan," ujarnya.
Fahmi mengatakan, penegakan hukum terhadap Ahok terkesan sengaja diulur oleh pemerintah. Bahkan, kata dia, terkait keputusan Mahkamah Agung untuk pemberhentian Gubernur DKI nonaktif tersebut terkesan ditutup-tutupi.