Jumat 24 Mar 2017 09:33 WIB

Kelahiran Filsafat Islam

Rep: Ferry Kinsihandi/ Red: Agung Sasongko
Filsafat Islam (ilustrasi).
Foto: students.ou.edu
Filsafat Islam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak kelahirannya, filsafat Islam menjadi salah satu tradisi intelektual penting di dunia Islam. Menurut Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, filsafat Islam lahir dari spekulasi filosofis tentang warisan filsafat Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada abad ketiga Hijriah atau abad kesembilan Masehi.

Penerjemahan berlangsung intens ketika Dinasti Abbasiyah memegang kendali pemerintahan. Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, semula mereka hanya tertarik menerjemahkan naskah ilmu pengobatan Yunani. Tetapi, ketertarikan mereka juga merambah pada teks-teks filsafat.

Perhatian pada filsafat meningkat pada pemerintahan Khalifah al-Ma’mun (813-833), putra Harun al-Rasyid. Berbeda dengan orang Yunani, filsuf Islam berfokus pada filsafat kenabian. Alquran dan hadis juga menjadi sumber sentral spekulasi filosofis Islam selama berabad-abad.

Abad awal pertama filsafat Islam ditandai dengan munculnya sejumlah mazhab. Salah satunya adalah masyasya’un atau peripatetik. Mazhab ini merupakan sintesis antara prinsip Islam dan aliran filsafat Yunani, Arsitotelianisme dan Neoplatonisme. Pendiri mazhab ini adalah Abu Yaqub al-Kindi.

Sejumlah sumber mengungkapkan, Abu al-Abbas Iransyhari merupakan Muslim pertama yang menuliskan karya filsafat. Sayangnya, tak ada karyanya yang bertahan. Berbeda dengan al-Kindi yang karya-karyanya diketahui banyak orang. Dalam mengembangkan mazhab filsafatnya, ia menghadapi persoalan harmonisasi antara iman dan akal.

Kemudian, muncul Abu Nashr al-Farabi. Sejumlah kalangan menganggap al-Farabi melebihi al-Kindi. Dan, Ibnu Sina muncul pula dengan beragam karyanya. Selain adanya filasafat bermazhab, abad-abad awal perkembangan filsafat Islam juga melahirkan filsuf independen. Mereka juga berpengaruh.

Salah satunya adalah Muhammad bin Zakariya al-Razi. Selain filsuf, dia dikenal sebagai dokter terbesar setelah Ibnu Sina. Pada akhirnya, filsafat Islam tak hanya berkembang di wilayah Arab ataupun Persia, tapi juga di Barat, yaitu Spanyol, diawali oleh munculnya filsuf bernama Ibnu Masarrah.

Filsuf awal lainnya adalah Ibnu Hazm. Ia merupakan ahli fikih, teolog, filsuf, dan penulis salah satu karya Muslim pertama mengenai perbandingan agama. Pada masa selanjutnya, ada nama Ibnu Thufail. Ia terkenal dengan karya novel filsafatnya dengan judul Hayy ibnu Yaqzhan.

Pada abad ke-16, bersamaan dengan berdirinya Dinasti Shafawiyah di Persia, dimulailah fase baru dalam filsafat Islam. Ini berkaitan dengan keberadaan mazhab Isfahan yang didirikan Mir Damad. Ia mempunyai seorang murid yang sangat terkenal bernama Shadr al-Din Syirazi, yang biasa dikenal dengan panggilan Mulla Shadra.

Mulla Shadra dan pengikutnya memiliki pengaruh di wilayah Persia, India Muslim, lingkaran Syiah di Irak. Di India, filsafatnya diajarkan oleh tokoh ternama pula di antaranya Syah Wali Allah dari Delhi. Pada masa berikutnya, Jamal al-Din al-Afghani, salah satu murid mazhab Mulla Shadra, menghidupkan kajian filsafat di Mesir.

Di sana, beberapa cendekiawan mengikuti pemikiran Mulla Shadra, seperti Abd al-HalimMahmud. Di Pakistan, ada Muhammad Iqbal. Bahkan diungkapkan, Maulana Maududi, pendiri Jamaat-i-Islami di Pakistan, pada masa mudanya menerjemahkan sebagian al-Asfar karya Mulla Shadra ke dalam bahasa Urdu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement