Kamis 09 Mar 2017 19:32 WIB

Makanan Halal Kini Jadi Kebutuhan Non-Muslim Pula

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Indira Rezkisari
Sebuah rumah makan di Prancis menjelaskan menjual makanan dari daging yang dipotong secara halal.
Foto: EPA
Sebuah rumah makan di Prancis menjelaskan menjual makanan dari daging yang dipotong secara halal.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Makanan halal kini tidak menjadi domain umat Muslim semata. Pasalnya kini banyak non-Muslim juga menggemari makanan halal karena faktor kesehatannya.

Makanan halal saat ini menjadi gaya hidup masyatakat global. Kepala Eksekutif Pusat Pengembangan Ekonomi Islam Dubai (DIEDC) Abdulla Mohammed Al Awar mengatakan makanan halal mampu menarik konsumen non-Muslim yang selama ini khawatir tentang keamanan makanan.

"Kesadaran adalah kunci bagi Muslim dan non-Muslim. Para ahli berharap masyarakat beralih ke makanan halal mengingat banyaknya makanan yang tidak higienis dan tidak sehat," ujarnya seperti dikutip dari FoodNavigation-Asia.com, baru-baru ini.

Dia meminta produsen halal menangani masalah-masalah seperti mempersiapkan peningkatan permintaan. Dia juga mendesak mereka untuk menemukan cara-cara mengurangi dampak produksi pangan pada perubahan iklim dan melindungi ekosistem global.

Saat ini, keamanan pangan, produksi pangan dan ketahanan pangan menduduki puncak agenda global. "Mempertahankan status quo tidak lagi menjadi pilihan," ujarnya.

Al Awar memperkiraan jumlah anak yang kelebihan berat badan telah meningkat dari 11 juta pada tahun 2000 lalu menjadi 42 juta orang di 2015. Sebaliknya, kenaikan harga pangan dan kelangkaan pangan yang berhubungan dengan konflik di negara-negara seperti Suriah dan rentan bencana bencana alam membuat jutaan anak-anak lain kekurangan gizi. Menurut dia, industri makanan memiliki tanggung jawab etika untuk mengatasi hal ini. 

"Sebagai budaya halal yang telah bertahan selama ribuan tahun, kita tidak perlu menciptakan roda. Kita hanya perlu memperbaikinya, menambah nilai dan memanfaatkan teknologi inovatif untuk memperluas jangkauannya," ujar Al Awar.

DIEDC dibentuk ketika sembilan negara yakni Amerika Serikat, Australia, Inggris, Mesir, Selandia Baru, Pakistan, Arab Saudi, Spanyol dan Uni Emirat Arab (UEA) sepakat membentuk sebuah forum akreditasi halal internasional yang berbasis di Dubai.

Berdasarkan laporan ekonomi Islam global tahun lalu, pasar halal global diperkirakan bernilai 3,7 triliun dolar AS pada 2019. Berdasarkan laporan sama (2013), Muslim Indonesia menjadi pasar utama konsumsi makanan halal dengan pasar senilai 190 miliar dolar AS. Disusul Turki dengan 168 miliar dolar AS dan Pakistan 108 miliar dolar AS. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement