Senin 24 Oct 2016 08:24 WIB

Agama Mulai Bangkit, Cina Perketat Pengawasan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Damanhuri Zuhri
Muslim Cina
Foto: Xinhua/Ju Peng
Muslim Cina

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Selain aliran dana untuk kelompok agama akan dipangkas signifikan, mahasiswa teologi yang belajar ke luar negeri akan dimonitor lebih intensif dan mereka yang kedapatan menyewakan ruangan secara ilegal untuk tempat ibadah akan dikenai denda berat.

Kedua hal itu adalah beberapa hal yang diharapkan bisa diadopsi Pemerintah Cina saat menata ulang aturan agama lebih ketat ke depan. Langkah yang dilakukan Presiden Xi Jinping ini makin menguatkan pengaruh Partai Komunis terhadap masyarakat dan melawan pengaruh asing.

Aturan tentang agama yang pertama kali diubah dalam satu dekade terakhir ini juga memuat larangan penyelenggaraan sekolah agama dan pembatasan akses nasakah-naskah keagamaan termasuk melalui internet. Aturan mulai berlaku awal Oktober lalu di akhir masa masukan publik atas aturan ini, meski pemerintah juga tak membuat pengumuman soal ini.

Agama berkembang di Cina meskipun Partai Komunis berusaha mengendalikan dan terkadang menekan. Ratusan juta rakyat Cina sudah memeluk Buddha, Kristen, Islam, dan Taoisme dalam beberapa dekade terakhir. Namun, banyak kegiatan keagamaan yang dianggap ilegal bila digelar di luar gereja, masjid, atau vihara tak berizin.

Draf aturan terbaru di Cina ini dipublikasikan September lalu, beberapa bulan setelah Presiden Xi menggelar konferensi kebijakan agama dan meminta para petinggi dan tokoh untuk membentengi Cina dari infiltrasi asing menggunakan kedok agama.

''Ini bisa berarti jika Anda bukan anggota tempat ibadah yang memiliki izin negara, Anda bisa disingkirkan,'' kata salah satu dari 24 pastor dan pengacara yang menandatangani petisi berisi kritik atas aturan yang berpotensi membahayakan itu, demikian dilansir The New York Times beberapa waktu lalu.

Regulasi ini menyusul legalisasi sebuah aturan akibat organisasi non-pemerintah dinilai menggerus keuangan bagi kelompok masyarakat dan pelarangan kontak organisasi masyarakat dengan organisasi asing. Langkah ini diiringi penurunan sejumlah salib di provinsi timur dan pembatasan jumlah rumah ibadah.

Namun, aturan tentang agama juga menyebut proteksi situs-situs suci dari komersialisasi yang memungkinkan kelompok agama membuat kegiatan amal dan memudahkan pemerintah melihat transparansi mereka. Aturan ini dinilai membuat Pemerintah Cina ingin lebih ketat dalam mengawasi kehidupan beragama di sana dengan tetap menerima eksistensi mereka.

''Ini rekognisi bahwa agama boleh tetap ada bahkan di komunitas mayoritas sosialis. Ini upaya mengikis batas, tapi dengan tetap menyisakan area pengawasan atas agama,'' kata peneliti senior kawasan Cina dari Australian National University, Thomas Dubois.

Meski 85 persen anggota partai berkuasa di Cina, Partai Komunis, adalah atheis, pemimpin partai ini telah dengan lantang menyatakan perlu adanya aspek religi sebagai basis moral.

Dalam beberapa dekade terakhir, hal itu telah membuka peluang bangkitnya agama di Cina termasuk meningkatnya pembangunan vihara, masjid, dan gereja. Kristen adalah agama yang pertumbuhannya paling cepat di Cina dan saat ini ada 67 juta pemeluk. Meskipun sebagian mereka harus beribadah di rumah yang dijadikan gereja secara sembunyi-sembunyi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement