REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sudah hampir sepekan, Tim SOS Syria - ACT menjejakkan kaki di Turki. Sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Suriah, pilihan untuk transit di Turki dianggap jadi solusi terbaik sampai hari ini.
Mengingat blokade rezim di Aleppo masih sulit untuk ditembus, bahkan banyak bantuan kemanusiaan yang dirilis oleh PBB tertahan di perbatasan Suriah, menunggu otorisasi dari rezim yang nampak sengaja menahan dan mempersulit kiriman logistik itu.
Selama sepekan di Turki, Tim SOS Syria - ACT berfokus di wilayah selatan Turki, dekat dengan garis perbatasan Suriah. Di lokasi ini, tim ACT menjalin kerja sama dengan lembaga kemanusiaan asal Turki dan Suriah, mencoba bergerak cepat membantu distribusi logistik dan pangan di banyak titik kamp pengungsian Suriah sepanjang perbatasan.
Siaran pers yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Jumat (13/5), pada Rabu lalu, Tim SOS Syria- ACT dipimpin langsung oleh Syuhelmaidi Syukur selaku Senior Vice President-ACT sukses mendistribusikan bantuan pangan untuk kamp pengungsian Suriah yang terletak di sebuah kota sebelah selatan Turki, dekat dengan garis batas Suriah.
Distribusi bahan pangan ini difokuskan untuk anak yatim dan janda korban perang Suriah yang kini menetap di kamp pengungsian, di sebuah desa kecil bernama Baglar Mahalesi.
Logistik berupa bahan pangan amanah masyarakat Indonesia pun tuntas terdistribusi di salah satu kamp pengungsian Baglar Mahalesi. Kamp ini hanya berjarak kurang lebih 61 Kilometer dari Kota Aleppo jika ditilik menggunakan aplikasi jelajah Google Maps.
Meski perjalanan menuju Aleppo hanya sekira hitungan satu jam perjalanan, jalan membentang menuju Aleppo tak bisa begitu saja dilintasi, ada gerbang perbatasan super ketat yang tak bisa ditembus sembarangan. Ada risiko keamanan yang harus dipikirkan matang.