REPUBLIKA.CO.ID Dalam sebuah kuliahnya mantan menteri luar negeri, Muchtar Kusumaatmadja, mengatakan ada sebuah hal yang terus ‘disembunyikan’ dalam peradaban modern di mana Barat kini menjadi pihak yang menghegemoninya. Hal itulah adalah fakta bahwa di dasar peradaban mereka ada sebuah peninggalan khazanah ilmu pengetahuan hasil karya peradaban Islam.
‘’Berkat peradaban Islamlah cara berpikir rasional yang merupakan peninggalan zaman Yunani hidup kembali. Yang membangunkannya adalah para ilmuwan Islam. Jadi di sini peradaban Islam adalah sebagai jembatan penting’ dari hadirnya peradaban masa kini,’’ kata Muchtar Kusumaatmadja.
Bagi benak banyak orang, mereka tampaknya begitu yakin bahwa peradaban kontemporer ini hadir begitu saja sebagai karya orisinil peradaban barat. Fanatisme ini banyak terlihat dengan mengatakan bahwa ‘bapak peradaban’ dunia adalah Isac Newton. Begitu juga dengan anggapan fanatik bahwa bapak ilmu filsafat moderen adalah Imanuel Kant.
‘Kebutaan’ akan fakta sejarah ini pun sebenarnya harus dimaklumi. Para ahli hukum misalnya tak akan pernah
berpikir bahwa hukum perdata yang kini berlaku di Indonesia ‘diam-diam’ juga mendapat sumbangan khazanah hukum fikih.
Mereka tidak tahu betapa pada zaman Napoleon misalnya, begitu banyak buku klasik dari Mesir diangkut ke Prancis bersamaan dengan ‘dirampoknya’ berbagai barang peninggalan peradaban era kekaisaran Firaun dari negara itu. Salah satu kaidah peninggalan fikih yang diimpor dalam hukum perdata, di antaranya pengaturan pasal bahwa setiap kali terjadi transaksi harus dilakukan dengan tertulis.