Kamis 26 Nov 2015 06:57 WIB

'Yahudi Pun Memilih Restoran Muslim'

Rep: Damanhuri Zuhri/ Red: Agung Sasongko
Makanan halal
Foto: Antara
Makanan halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pariwisata halal mulai dilirik wisatawan. Baik kalangan Muslim maupun non-Muslim.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Haji Khusus Umrah dan Inbound Indonesia (Asphurindo) KH Hafidz Taftazani, mengatakan fenomena itu dikarenakan adanya pengakuan dunia internasional terhadap wisata halal. Misalnya, makanannya dinilai higienis dan sempurna.

Berbeda ketika bicara makanan non-halal yang belum tentu sempurna.  "Di Guangzhou misalnya, warga di sana lebih memilih restoran Muslim," kata dia kepada Republika.co.id, Kamis kemarin.

Kiai Hafidz mengungkap, sebagian wisatawan kini enggan memilih mamanan non-halal seperti babi karena takut terkena penyakit. Tentu ini akan menjadi peluang bagi pariwisata halal karena dapat dipastikan bakal didatangi wisatawan asing.

"Orang Yahudi pun memilih restoran Muslim untuk menghindari babi," kata dia.

(Baca Juga: Asphurindo Dorong Wisata Halal)

Karena itu, kata dia, 91 anggota pelaksanan pariwisata yang tergabung dalam Asphurindo segera mengurus sertifikasi halal. Dari upaya itu, tentu ada hal yang harus disiapkan.

"Sertifikasi itu kan seperti sekolah, ada pelajaran kemudian ujian dan dianggap lulus," kata dia.

Lantas apa ujiannya, ya bagaimana mempersiapkan kendaraan halal, yakni kendaraan dengan kamar mandi yang dilengkapi air dan tisu. Ini agar, celana tidak terkena najis.

Kemudian, bagaimana perusahaan memiliki pemandu yang tak sekedar mengantar. Tetapi juga mengingatkan dan mengarahkan wisatawan ketika waktu shalat tiba menuju mushala atau masjid.

"Juga ada menyiapkan dan menentukan restoran halal," kata dia.

Terkait dengan sertifikasi penyelenggaraan haji atau umroh yang halal, ia menjelaskan bahwa kehalalan yang dimaksud bukan saja terkait dengan produk halal yang dikonsumsi seseorang, tetapi pada kemampuan anggota asosiasi membimbing anggota jamaahnya ke tempat yang benar-benar syar'i.

Sesuai dengan tujuan ibadah; makan, minum dan menggenakan pakaian sesuai dengan ketentuan ajaran Islam. Semua harus halal. "Sertifikasi itu penting bagi pembimbing, agar tahu tempat-tempat halal," ia menegaskan.

Untuk itu, lanjut dia, ke depan, para pembimbing haji dan umroh dari asosiasi itu harus diberi pelatihan. Selanjutnya, jika sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan, mereka akan mendapatkan sertifikasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement