Rabu 25 Nov 2015 11:05 WIB

Wapres: Negara Islam di Timur Tengah Ada yang Otoriter

Wapres Jusuf Kalla.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Wapres Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan bahwa moda politik otoritarianisme yang kerap mengakibatkan munculnya konflik dan radikalisme tidak selaras dengan iklim demokrasi terbuka, seperti yang tersebar saat ini.

"Apabila kita meneliti kepemimpinan yang terjadi di sejumlah negara-negara Islam di Timur Tengah ada yang tidak memperlakukan rakyatnya dengan baik atau otoriter," kata Jusuf Kalla saat menutup Konferensi Cendekiawan Muslim, Ulama, dan Sufi Sedunia (ICIS) IV di Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim di Malang, Rabu (25/11).

Menurut dia, sangat ironis bahwa suasana negara-negara yang berpenduduk Islam ada beberapa yang mengalami banyak goncangan yang bukan karena isi ajaran agama itu sendiri. Namun, hal itu diakibatkan beragam perilaku yang mengakibatkan konflik, kekacauan, sehingga dapat mengakibatkan tindakan bunuh-membunuh.

"Kita bersyukur di Indonesia hal-hal seperti itu dapat diatasi dengan baik sehingga dapat hadir dengan damai dan baik," katanya.

Wapres juga menyatakan rasa ironisnya dan merupakan hal yang tragis ketika melihat banyak sekali umat Islam seperti dari kawasan Timur Tengah yang berhijrah malahan ke negara-negara non-Islam untuk mendapatkan perlindungan.

Selain otoritarianisme, Wapres juga menyorot adanya konflik internal serta serangan dari pihak luar negeri yang menimpa sejumlah negara-negara Islam seperti Afghanistan, Irak, Yaman, dan Suriah. "Negara-negara itu hancur dari dalam dan dari luar," katanya.

Jusuf Kalla mengingatkan bahwa ajaran agama Islam selalu mendahulukan keadilan dan tidaklah bersikap otoriter, agar tidak muncul generasi yang radikal dan berpikiran pendek yang berpotensi menimbulkan upaya-upaya terorisme global.

Untuk itu, Wapres juga mengingatkan masing-masing untuk menjaga negaranya serta melaksanakan pemilu yang harus adil dan terbuka karena diniali tidak mungkin lagi muncul pemerintahan otorirer yang terjadi pada saat iklim era demokrasi terbuka.

Sementara itu, Sekjen ICIS KH Hasyim Muzadi mengemukakan, ICIS didirikan pada era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Menlu Hassan Wirajuda. Hasyim menyatakan, ICIS memiliki dua tugas, yaitu di dalam negeri untuk memadamkan konflik terkait ideilogi sehubungan ketegangan antara dunia Islam dan Barat ketika itu.

Sedangkan tugas lainnya adalah menjalankan fungsi sebagai diplomasi lapis kedua setelah peran diplomasi terdepan bangsa Indonesia dilakukan oleh pihak Kementerian Luar Negeri RI. "Sehingga kombinasi diharapkan memperkuat diplomasi indonesia ke dunia dan memperkuat basis Islam sebagai rahmatan lil alamin," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement