Senin 31 Aug 2015 20:51 WIB

Warga Um Naser Mengonsumsi Air tak Layak

Distribusi air bersih bantuan rakyat Indonesia untuk warga Gaza Palestina (Water for Gaza), di wilayah Um Naser, Gaza Utara, Palestina, Senin (31/8).   (foto : dok. Daqu Gaza)
Distribusi air bersih bantuan rakyat Indonesia untuk warga Gaza Palestina (Water for Gaza), di wilayah Um Naser, Gaza Utara, Palestina, Senin (31/8). (foto : dok. Daqu Gaza)

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Relawan Daarul Quran di Gaza, Palestina, Abdillah Onim mengungkapkan, luar biasa bahagianya warga Um Naser, Gaza, Palestina, yang menempati wilayah terbuka sangat dekat dengan kawat pembatas Gaza-Israel, ketika menerima bantuan air bersih.

''Sudah dua minggu, kami minum air yang terkontaminasi,'' ungkap seorang warga Gaza seperti disampaikan Abdillah Onim kepada Republika melalui surat elektronik, Senin (31/8) malam.

Kebahagiaan para warga Um Naser, Gaza, Palestina, tak tertahankan begitu mobil Tanki, pembawa air bersih tiba. Untuk wilayah Um Naser, jelas Onim, lama distribusi hingga empat hari, karena banyaknya penduduk.

''Perlu kami sampaikan, wilayah ini berdekatan dengan batasan pos sniper militer Israel di Gaza utara, dan wilayah Um Naser mayoritas mereka adalah kaum Dhuafa,'' ungkap Abdillah Onim menjelaskan.

Dengan demikian, kata Onim, pihaknya berkonstrasi memberikan bantuan air bagi seluruh warga Um Naser. ''Insya Allah, target distribusi air bersih di wilayah Um Naser Gaza Utara sebanyak 70.000 liter air (7 mobil Tanki) buat 200-an Kepala Keluarga atau bagi 700 hingga 800 jiwa,'' ujarnya.

Sejak satu bulan terakhir, jelas Onim, Warga Um Naser, terpaksa mengonsumsi air yang tak layak dikonsumsi. Mereka mendapatkan air dari irigasi perkebunan warga setempat. Sedangkan jalur air atau pipa pengairan pun tidak masuk ke wilayah tersebut, saking jauhnya jarak dari jalan raya menuju wilayah tersebut.

 

Satu-satunya alternatif untuk mendapatkan air bersih, ungkap Onim, warga Um Naser harus menempuh perjalanan melewati gurun pasir berjarak lebih dari 10 km dengan berjalan kaki sembari memikul jerigen atau dengan menggunakan keledai tumpangan.

''Ini pun jika mereka memiliki uang. Jika tidak, terpaksa mereka mengonsumsi air irigasi yang tak layak konsumsi,'' ungkap Onim menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement