Senin 03 Aug 2015 01:12 WIB
Muktamar NU

Ulama Sejumlah Negara Berembug di Jombang

Rep: Andi Nurroni/ Red: Citra Listya Rini
Muktamar NU ke-33 di Jombang.
Foto: @MuktamarNU
Muktamar NU ke-33 di Jombang.

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG  - - Nahdlatul Ulama (NU) perlahan mulai meningalkan citranya sebagai komunitas Muslim tradisional. Selain berbenah dari segi manajemen, dari sisi visi dan jejaring pun, ormas Islam terbesar di Indonesia itu semakin berkembang.

NU kini semakin percaya diri dan aktif membagi pandangan dan praktik berorganisasinya pada dunia luar. Selain melalui pendirian cabang-cabang internasional, NU juga kerap membangun dialog dengan ulama negara-negara lain.

Dalam kesempatan Muktamar ke-33 NU di Jombang, NU juga menyelenggarakan kegiatan bertajuk Forum Ulama Internasional. Agenda tersebut mengundang sejumlah ulama dari beberapa negara, yakni Mesir, Lebanon, Palestina, Lebanon dan Australia.

Kegiatan dilangsungkan di Kampus Institut Agama Islam Bani Fattah (IAIBAFA), kompleks Pesantren Bahrul Ulum, Jombang. Diskusi dikemas secara menarik, di mana setiap ulama diberikan kesempatan untuk berbicara seputar tema-tema yang dekat dengan warga Muslim Indonesia.

Tema-tema tersebut di antaranya tentang situasi Timur Tengah, situasi Palestina, konflik Sunni-Syiah. Dalam memandang isu Timur Tengah, ulama Al-Azhar Mesir Syekh Abdel Monem Fouad menganggap bahwa negara-negara Barat telah berhasil menciptakan stigma bahwa kawasan Timur Tengah adalah sarang teroris dan penuh kekerasan.

 Ia mencontohkan, keberadaan ISIS merupakan gejala yang tidak masuk nalar bagi masyoritas umat Islam. “ISIS itu seperti peradaban yang tidak kita kenal. Terlebih media Barat, mereka menulis sesuatu yang sangat tidak mereka kenal,” ujar Fouad.

Sejalan dengan pemikiran Islam yang menjadi rahmat semeseta, seperti diusung NU, Fouad menyebut, apa yang dilakukan ISIS telah mencedrai prinsip moderat dan kesimbangan yang menjadi prinsip dasar Islam.

“Kenapa hanya orang mampu yang diwajibkan berhaji? Kenapa hanya orang dewasa, yang sehat yang diwajibkan puasa? Karena Islam tidak pernah memaksakan. Islam yang digambarkan oleh ISIS, jauh dari apa yang dicontohkan Rosulullah” ujar Fouad.

Soal konflik Sunni-Syiah, Ulama Lebanon Muhammad Amr berpendapat, perbedaan di antara keduanya tidak seharusnya berakhir dengan kekerasan. Menurut dia, Islam tidak pernah memaksakan umat lain untuk beralih memeluk Islam. Sehingga, seharusnya, begitupun pemeluk mazhab tertentu tidak memaksakan keyakinannya pada pemeluk mazhab lain.

“Setidaknya dialog harus menjadi jembatan. Dengan umat beda agama saja kita didorong untk berdialog, apalagi dengan sesama umat Islam,” ujar dia.

Acara dialog dengan ualama dari sejumlah negara berlangsung meriah. Lima ratusan hadirin tampak antusias menyimak. Untuk membantu pemahaman hadirin, moderator memang menerjemahkan pemaparan para pembicara yang disampaikan dalam Bahasa Arab. Pembawan moderator yang jenaka juga semakin menghidupkan suasana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement