Selasa 30 Jun 2015 06:11 WIB

Masyarakat Diminta tak Permisif pada Korupsi

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Agung Sasongko
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Boneka Narapidana Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit korupsi terus menjangkiti masyarakat. Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia pun tak luput dari penyakit itu. Pembentukan karakter masyarakat untuk menghilangkan sikap permisif dinilai dapat meminimalisir tumbuhnya perilaku korupsi dalam diri masyarakat.

"Indonesia mengirim dua ratus ribu orang naik haji setiap tahun tapi di indeks korupsi kita berada di bawah," kata Direktur Wahid Institute Yenny Wahid dalam Diskusi dan Buka Bersama Madrasah Anti Korupsi Pemuda Muhammadiyah bertajuk "Puasa Korupsi?", Awal pekan ini.

Yenny menyebutkan, korupsi terjadi di berbagai negara dengan sistem beragam. Ia menyatakan, Cina kerap menghukum orang karena korupsi. Di Timur Tengah, kata Yenny, terjadi pergolakan karena pemimpin yang korupsi. Menurut Yenny, korupsi tidak mengenal sistem negara, ras, kulit, dan agama.

"Korupsi bisa menjangkiti siapa saja," kata Yenny.

Menurut Yenny, harus diakui pemberantasan korupsi masih sulit dilakukan karena kesalahan elit, penegakan hukum tidak tegas, dan masyarakat yang masih permisif. Akan tetapi, Yenny menekankan sikap menyalahkan elit dan sistem akan percuma jika masyarakat masih terus permisif.

Ia mencontohkan, saat ini banyak masyarakat yang hanya fokus pada ibadah mahdhah. Kemudian, mereka pun terlena dengan kesalehan yang menjadi bungkus dari perilaku-perilaku tercela seperti korupsi. Karena itu, Yenny meminta seluruh masyarakat untuk bekerja sama dalam memperbaiki diri terutama pada Ramadhan dalam memperjuangan semangat anti korupsi.

"Jangan cuma baju baru tapi juga hati baru. Teruskan semangat anti korupsi demi kejayaan bangsa ini," kata Yenny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement