Rabu 20 May 2015 18:30 WIB
Pengungsi Rohingya

Konflik Rohingya, Umat Muslim dan Buddha tak Boleh Renggang

Rep: c 38/ Red: Indah Wulandari
Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).
Foto: Antara/Syifa
Imigran suku Rohingya dari Myanmar berada di perhu mereka yang terdampar di perairan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Julok, Aceh Timur, Aceh, Rabu (20/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Konflik antarkelompok ekstrem Buddha dengan Muslim Rohingya di Myanmar harus dibatasi agar tak merembet ke hubungan antarumat beragama.

“Kami berharap, apa yang terjadi di Myanmar tidak merenggangkan hubungan antara umat Islam dan Buddha yang ada di Indonesia. Karena hal itu akan mempengaruhi stabilitas nasional Indonesia,” ujar Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Slamet Effendy Yusuf, Rabu (20/5).

Muslim Rohingya, khususnya yang berada di provinsi Rakhine, telah sekian lama menderita akibat penindasan kelompok ekstrem Buddha yang dipimpin oleh Ashin Wirathu, seorang biksu radikal.

Ia menuturkan, konflik antar umat beragama yang mungkin terjadi akibat provokasi itu bukan soal Buddha dan Islam saja, tetapi menjadi masalah bangsa Indonesia. Ia berharap umat Muslim di Indonesia tidak terpengaruh dengan penyebarluasan foto-foto dan gambar yang banyak beredar di dunia maya.

“Walaupun kami tahu persis kalau tindakan-tindakan yang diskriminatif atau rasialistis itu terjadi di sana, tapi mari kita selesaikan dengan semangat perdamaian ASEAN. Kita mengharapkan KTT tiga negara (Indonesia, Malaysia, dan Thailand) ini dapat memberikan usulan-usulan konkret terhadap penyelesaian masalah ini. Salah satunya, yang terpenting adalah amandemen UU Kewarganegaraan di Myanmar,” tegas Slamet.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement