Rabu 22 Oct 2014 18:24 WIB

Ponpes ini Ajak Remaja Indramayu 'Mondok'

Rep: Lilis Handayani/ Red: Agung Sasongko
Salah satu kegiatan santri di pondok pesantren.
Foto: Antara/Rudi Mulya/ca
Salah satu kegiatan santri di pondok pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Qur’aniyah, KH Ahmad Zuhri Ainani punya cara meningkatkan minat anak-anak muda agar bersedia mondok di pesantren, pihaknya pun berusaha berbenah. Di antaranya, dengan menjalin kerja sama dengan universitas di Timur Tengah, yang bersedia memberikan bea siswa bagi santri yang hafal 20 juz Alquran. Berbagai sarana dan prasarana pun dilengkapi, sehingga dapat menunjang pendidikan para santri.

 

Ponpes yang terletak di Desa dukuh Jati, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu itu juga menerapkan pendidikan formal maupun nonformal. Untuk pendidikan formal, dimulai dari tingkat taman kanak-kanak (TK), madrasah ibtidaiyah (MI), sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).

 

Selain itu, adapula pendidikan nonformal berupa raudhatul athfal (RA), DTA Al-Qur’aniyah, Ulya PPS Al-Qur’aniyah, Wustho PPS Al-Qur’aniyah, serta kajian kitab kuning. Untuk kajian kita kuninga, terbagi menjadi tiga tingkat. Yakni tingkat ibtida (Jurumiyah, Tasripan, Tuhfatul Atfal, Ahklakul Banin), tingkat menengah (Awamil, Tasripan II, Sifaul Jannan, Ahklakul Banin II) dan tingkat atas (Alfiyah, Tasripan III, Fathul Wahab, Tafsir Jalalain).

 

Tak hanya itu, para santri juga terus digenjot hafalan Alqurannya. Mereka pun dididik untuk mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Ditambah lagi, keterampilan berupa pembuatan aneka kue kering maupun budidaya ikan lele, sebagai bekal mereka agar kelak bisa hidup mandiri. 

 

Kini, jumlah santri di ponpes yang didirikan tahun 1965 itupun terus bertambah dari tahun ke tahun. Saat ini, jumlah santrinya mencapai lebih dari 700 orang. Selain dari wilayah Krangkeng dan Indramayu, para santri ada juga yang berasal dari Tangerang, Bekasi, Subang, Pemalang dan Pekalongan.

 

‘’Kami juga mengadakan ‘dikterapan’,’’ terang Zuhri.

 

Menurut Zuhri, ‘dikterapan’ merupakan pendidikan bagi anak yatim piatu (fakir miskin), anak terlantar maupun jalanan. Mereka diberikan pendidikan di pesantren layaknya anak-anak mampu yang masih memiliki orang tua. Selain biaya sekolah gratis, segala biaya hidup dan kebutuhan sehari-hari mereka juga ditanggung pihak pesantren.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement