Jumat 23 Feb 2018 16:37 WIB

Berzikir dengan Tasbih

Di Timur Tengah, tasbih disebut dengan nama subhah.

Dialog Jumat Tasbih
Foto: Republika/Prayogi
Dialog Jumat Tasbih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Salah satu media yang dipergunakan untuk berzikir adalah tasbih. Benda ini sudah dikenal secara luas, bahkan pada masa sebelum Islam. Di Timur Tengah, tasbih disebut dengan nama subhah. Dalam bahasa Sanskerta kuno, tasbih disebut dengan nama jibmala.

Asal muasal benda ini masih simpang siur. Tidak ada sumber resmi yang menerangkan asal muasal tasbih. Ada literatur umat Buddha menggunakan media semacam tasbih dengan hitungan sebanyak 180 butir.

Syekh Bakr bin Abdillah Abu Zaid dalam Da’iratul-Ma’arif Al-Islamiyyah 11/233-234 dan Al-Mausu’at Al-‘Arabiyyah Al-Muyassarah 1/958 menyebut alat serupa tasbih juga digunakan dalam agama Katolik. Bedanya, tasbih kaum Katolik hanya terdiri atas 50 biji.

Tasbih itu relatif kecil dan dibagi oleh empat biji pemisah dengan biji tasbih besar. Sedangkan, mata tasbih ditandai dengan tanda salib.

Selain itu, dalam tradisi Islam, tasbih digunakan untuk berzikir, terutama ketika selepas shalat. Jadi, tasbih dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing berjumlah 33 biji tasbih. Hal ini sesuai dengan tuntunan zikir selepas shalat, yakni 33 kali kalimat subhanallah, 33 kali alhamdulillah, dan 33 kali Allahu akbar.

Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi penggunaan tasbih. Ada ulama yang memperbolehkan tasbih untuk berzikir, namun ada juga yang menolaknya. Bagi ulama yang menolak, tasbih bukan tradisi yang berasal dari Islam. Seorang Muslim hendaknya mencukupkan diri menghitung bilangan zikir dengan tangan sesuai hadis dari Umar bin Khattab RA. “Rasulullah SAW menghitung zikirnya dengan jari-jari dan menyarankan para sahabatnya supaya mengikuti cara beliau.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasai dan al-Hakim).

Menggunakan tasbih sebagai alat menghitung zikir juga disebut kelompok yang menolak sebagai perbuatan bid’ah.

Sedangkan, kalangan yang membolehkan berpendapat bahwa anjuran untuk menghitung zikir dengan jari seperti dalam hadis tersebut bukan berarti mengharamkan cara lain. Dalam sejumlah hadis lain didapati, para shahabiyah juga mempergunakan media, seperti batu dan biji kurma, untuk menghitung zikir. Namun, hal ini tidak mendapatkan penolakan dari Rasulullah SAW.

Seperti sebuah hadis dari istri Rasulullah SAW, Shofiyah, yang mengisahkan ketika suatu kali suaminya, Rasulullah, datang kerumahnya. Beliau melihat ada 4.000 biji kurma dan menanyakannya, “Hai Binti Huyay, apakah itu?” Shofiyyah pun menjawab, “Itulah yang kupergunakan untuk menghitung zikir.”

Kemudian, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya engkau dapat berzikir lebih banyak dari itu.” Shofiyyah menyahut, “Ya Rasulallah, ajarilah aku.” Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Sebutlah, Mahasuci Allah sebanyak ciptaan-Nya.” (HR Tirmizi, Hakim, dan Thabrani).

Dari hadis ini beberapa ulama berpendapat bahwa Rasulullah SAW tidak melarang istrinya, Shofiyyah, menggunakan biji kurma untuk menghitung zikirnya. Malah, beliau memesankan bahwa Shofiyyah bisa berzikir lebih banyak dari itu.

Sahabat lain, seperti Abu Hurairah RA, juga mempergunakan media lain untuk berzikir. Seperti diriwayatkan Abu Dawud, Abu Hurairah memiliki sebuah kantong berisi batu kerikil yang ia gunakan untuk berzikir. Abu Syaibah yang mengutip hadis Ikrimah juga mengatakan bahwa Abu Hurairah mempunyai seutas benang dengan bundelan seribu buah. Ia baru tidur setelah berzikir 12.000 kali.

Sejumlah pakar sejarah Islam juga menolak bahwa tasbih merupakan warisan budaya Buddha atau Hindu. Alasannya, tidak ada sumber valid yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Penggunaan tasbih untuk berzikir dianggap mubah (boleh). Syariat hanya menetapkan metode dan tata cara berzikir. Adapun media yang dipakai untuk berzikir, hal ini diserahkan kepada individu masing-masing. Sama halnya seseorang yang menunaikan shalat disyaratkan berada di tempat yang bersih lagi suci. Adapun ia memakai sajadah, tikar, karpet, atau media apapun, diserahkan kepada tiap-tiap individu. Jadi, penggunaan tasbih bukanlah sesuatu yang perlu diperdebatkan kebolehannya.

Semenjak abad kelima Hijriyah, penggunaan tasbih makin meluas di kalangan kaum Muslimin. Mereka yang banyak menggunakan tasbih berasal dari kaum wanita yang tekun beribadah. Saat ini, tasbih juga merupakan salah satu ikon dalam dunia Islam sebagai pernak-pernik ibadah.

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement