Jumat 17 Jul 2015 04:44 WIB

KH Abdul Syukur Gu, Penjaga Nilai Islam di Buton Barat

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indah Wulandari
Kawasan Muslim di Buton peninggalan KH Abdul SYukur Gu
Kawasan Muslim di Buton peninggalan KH Abdul SYukur Gu

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kesultanan Buton memiliki andil besar dalam proses Islamisasi wilayah di kawasan Sulawesi Tenggara. Salah satu peran yang besar adalah hadirnya para ulama Buton yang menyebarkan dakwah ke pulau pulau terkecil di kawasan Kesultanan Buton.

Salah satu ulama yang cukup dikenal di kawasan Buton Tengah adalah KH Abdul Syukur Gu yang merupakan penjaga akidah masyarakat muslim di kawasan Buton Tengah, khususnya daerah Gu dan Lakudo di Kabupaten Buton kini.

KH Abdul Syukur dikenal sebagai ulama sangat kharismatik bagi masyarakat Gu dan sekitarnya. Daerah Gu merupakan bagian dari Kesultanan Buton di wilayah barat, kini daerah ini bagian dari Kecamatan di Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara.

KH Abdul Syukur lahir pada 1886 di Binongko, wilayah ujung timur kepulauan Buton, saat ini bagian dari Kabupaten Wakatobi. Sejak kecil dikenal dengan pribadi yang alim dan mencintai ilmu agama.

Hingga ia dewasa, ia banyak belajar dari para ulama di Kesultanan Buton, diantaranya adalah La Samuraa atau dikenal dengan Haji Shiddiq, La Muru atau dikenal dengan Haji Thayeb, La Sirau atau dikenal dengan Haji Abdul Halim dan La Ali yang juga dikenal dengan Haji Muhammad Ali. 

Setelah lama berguru, pada 1924 di usianya yang menginjak 38 tahun KH. Abdul Syukur akhirnya memutuskan untuk berangkat ke tanah suci Makkah untuk berhaji sekaligus memperdalam ilmu agama.

Di tanah haram itu beliau bertemu ulama setanah air bernama KH Arsyad Banten. Pada ulama asal Banten itulah beliau berguru dan memperdalam pengetahuan agamanya.

Sekembalinya ke tanah Buton setelah beberapa tahun di Makkah, KH Abdul Syukur kemudian mengajarkan Islam. Pada 1936 sambil berdakwah sesekali ia berdagang ke wilayah Gu dan Lakudo, namun ia kemudian memantapkan hatinya berdakwah di kawasan Gu.

Hal ini ia lakukan setelah melihat banyaknya maksiat dan kemusyrikan di kawasan ini walaupun Islam telah lama masuk di daerah ini. Ketika Islam telah lama dikenal namun redup oleh gerusan pengaruh Hindu dan kepercayaan animis yang kuat.

Ia berusaha untuk menghidupkan kembali nilai Islam yang benar jauh dari praktek syirik dan keyakinan animisme. Jauh sebelum kedatangannya, Islam sebenarnya telah dianuti seluruhnya orang Gu melalui Kesultanan Buton.

Namun itu hanya pengakuan yang dalam prakteknya jauh dari nilai Islam. Pada masa itu masyarakat Gu masih melakukan sobekan bentangan kain putih. Kemudian diletakkan pada setiap sisi rumah dengan berbagai macam rupa bunga berbau semerbak, nasi yang dikuningkan, potongan  tembakau.

Hal itu diyakini sebagai pelindung rumah dan penghuninya dari segala mara bala bahaya dan tulah penyakit. Dan masih banyak kepercayaan syirik lain yang membuat masyarakat Gu jauh dari identitas Islam.

Kehadirannya di masyarakat muslim Gu saat itu seperti pelita yang menerangi dan meluruskan kembali cahaya Islam di daerah ini. Walaupun niat awal berdakwah meluruskan Islam sempat mendapatkan penolakan dan penghinaan, hingga di serang dengan ilmu hitam. Namun ia memantapkan untuk terus berdakwah hingga akhirnya ia mampu mengalahkan semua itu.

Pada 1945 KH Abdul Syukur akhirnya memutuskan untuk menetap di Gu untuk menjaga nilai Islam di Gu dan kawasan Buton barat agar tetap pada ajaran yang lurus. Sejak saat itu Gu pun dinisbahkan padanya sebagai KH. Abdul Syukur Gu, seorang ulama pendakwah di kawasan Gu dan Buton barat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement