Rabu 03 Jan 2018 11:28 WIB

Berlebihan

sesuatu yang baik tapi berlebihan dapat berujung keburukan (ilustrasi)
Foto: Antara//Adeng Bustomi
sesuatu yang baik tapi berlebihan dapat berujung keburukan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Oleh: Wisnu Tanggap Prabowo

Sesuatu yang baik apabila berlebihan (ghuluw) maka dapat berujung pada keburukan dan tercela dalam syariat.Makan minum, tidur, mencintai seseorang, menikmati hobi, bekerja, hingga perkara ibadah sejatinya memiliki proporsi.

Dalam ibadah sunah seperti bersedekah, syariat menuntut kita untuk memberikan sesuai kadar kemampuan agar hak-hak lainnya, seperti nafkah wajib kepada keluarga, tidak terbengkalai. Adapun ibadah wajib seperti zakat, maka ia sama sekali tidak memberatkan karena nominalnya selaras dengan kadar kesanggupan.

Dan orang-orang yang apabila mereka membelanjakan, mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah di tengah-tengah antara yang demikian. (QS al-Furqaan:67).

Begitu pun shaum, Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang bertekad berpuasa terus-menerus setiap hari. Sedangkan sahabat lainnya bertekad shalat malam tanpa tidur. Sahabat lainnya bertekad untuk all-outdalam ibadah dengan tidak menikah. Rasulullah mengingatkan, hal itu akan melalaikan hak istri, hak badan, dan berujung pada menafikkan fitrah untuk berketurunan, sedangkan menikah adalah sunah.

Tatkala mendengar tekad menggebu ketiga sahabat tersebut, Rasulullah bersabda, Aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa kepada-Nya, tetapi aku berpuasa (namun) aku juga berbuka, aku shalat dan aku juga tidur, serta aku menikahi wanita! Barang siapa membenci sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku.(HR Bukhari dan Muslim).

Kuantitas bukanlah parameter keutamaan sebuah amalan, melainkan kualitas. Allah melihat seberapa baik kualitas ibadah seorang hamba ketimbang seberapa banyak ibadah yang hamba lakukan.

Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS al-Mulk: 2).

Ghuluw juga dapat membawa kepada fanatisme dalam berbagai bentuk, sedangkan keberpihakan mutlak seorang Muslim hanya kepada kebenaran semata, dari manapun dan dari siapa pun datangnya.

Parameter bagi seorang Muslim dalam beribadah dan muamalah sesuai batasan dan porsi yang Allah dan Rasul-Nya kehendaki hanya diraih dengan mencontoh para sahabat nabi, radhiallahu anhum ajma'in. Sebab, Allah telah memuji mereka dan tidaklah Allah memuji mereka melainkan keislaman mereka benar sesuai syariat.

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama- lamanya. Mereka kekal di dalamnya. (QS at- Taubah: 100).

Untuk dapat beramal dan bersikap proporsional dan adil sesuai syariat, hanya dapat ditempuh dengan ilmu. Itulah alasan Rasulullah mewajibkan setiap Muslim untuk belajar agama agar kita tidak menjadi seorang yang melampaui batas (ekstrem) dan tidak juga menyepelekan serta menggampangkan syariat Islam.Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement