Jumat 22 Dec 2017 14:55 WIB

Siksa Kubur

Petugas membersihkan makam di Tempat Pemakaman Umum (Ilustrasi)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas membersihkan makam di Tempat Pemakaman Umum (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Wartawan harian Republika, Achmad Syalaby Ichsan

"... Sesungguhnya dua orang yang dikubur ini benar-benar disiksa. Keduanya tidak disiksa karena dosa besar …"

Mati adalah keniscayaan bagi setiap makhluk. Khusus untuk manusia, mati membawa konsekuensi berupa partanggungjawaban atas apa yang dilakukan di dunia. Pertanggungjawaban ini dimulai sejak dia berada dalam alam kubur.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziy mengisahkan tentang prosesi seorang hamba yang kafir ketika nyawanya dicabut hingga mendapatkan pertanyaan di dalam kubur. Kisah ini diambil dari hadis al-Bara bin Azib.

Ketika itu, Nabi Muhammad SAW mendatangi mereka yang sedang mengurus jenazah di Baqi’ al-Fardad. Rasulullah SAW berkata jika hamba itu menuju akhirat dan terputus dari dunia maka para malaikat turun kepadanya dengan wajah menghitam. Malaikat itu membawa kain tenun yang kasar. Mereka duduk sejauh mata memandang. Malaikat pencabutnya datang hingga duduk di dekat kepalanya seraya berkata, “Hai jiwa yang kotor, keluarlah kepada kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya.”

Rohnya lantas berpencar-pencar di badannya. Malaikat itu pun mencabut rohnya sebagaimana dia mencabut besi tusuk dari kain wol yang basah. Jika malaikat pencabut nyawa sudah mengambil rohnya, malaikat lain tidak membiarkan roh itu ada di tangan malaikat pencabut nyawa sekejap mata pun hingga mereka meletakkannya di atas kain itu. Kain itu mengeluarkan bau busuk seperti bau bangkai di bumi. Para malaikat membawanya naik. Mereka tidak melewati sekumpulan malaikat melainkan bertanya, “Apa bau yang busuk ini?”

Para malaikat yang membawa rohnya menjawab, “Dia fulan bin fulan.” Sebutannya begitu buruk sebagaimana namanya dipanggil di dunia. Langit itu tidak terbuka ketika diminta untuk dibukakan baginya. Rasulullah SAW pun membacakan ayat, “Sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit, dan tidak (pula) mereka masuk ke surga hingga unta masuk ke lubang jarum.” (QS al-Araf: 40).

Allah SWT berfirman, “Tulislah kitabnya di dalam penjara di bumi yang bawah.” Rohnya dilemparkan dengan sekali lemparan. Nabi SAW kemudian membacakan ayat, “Dan barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka seolah-olah ia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS al-Hajj:31).

Rohnya lantas dikembalikan ke badan. Setelah itu, dua malaikat mendatanginya seraya bertanya, “ Siapakah Rabbmu? Dia menjawab, “Hah-hah, aku tidak tahu.”

“Siapakah orang yang diutus di tengah kalian ini?” tanya dua malaikat. “Hah-hah, aku tidak tahu,” jawabnya.

Lalu, ada penyeru yang berseru dari arah langit. “Hamba-Ku ini telah berdusta. Maka bentangkanlah neraka baginya dan bukakanlah pintu yang menuju neraka.” Maka didatangkanlah kepada panas dan racun neraka dan kuburnya disempitkan hingga tulang-tulangnya terlepas. Dia didatangi seorang lelaki yang buruk wajahnya, buruk pakaiannya, dan mengeluarkan bau busuk. Seraya berkata, “Terimalah kabar yang menyedihkanmu. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu.”

Hamba itu bertanya, “Siapa engkau? Wajahmu adalah wajah yang datang sambil membawa keburukan.” Orang yang datang menjawab, “Aku adalah amalmu yang buruk.” Hamba itu berkata, “Ya Rabbi, janganlah Engkau datangkan hari kiamat.”

Di dalam buku ar-Ruh wan-Nafs karya al-Hafizh Abu Abdullah bin Mandah diterangkan bagaimana hamba yang kafir mendapatkan siksa kubur. Ketika roh dikembalikan lagi ke tempatnya berbaring, Munkar dan Nakir mendatanginya sambil menaburkan tanah dengan kedua taringnya. Mereka menggali tanah dengan rambutnya. Suaranya seperti halilintar yang menggelegar sementara pandangannya seperti kilat yang menyambar.

Dua malaikat ini mendudukkan mayat itu kemudian berkata, “Siapakah Rabbmu? Dia menjawab, “Aku tidak tahu.” Kemudian, ada yang berseru dari arah samping kubur. “Kamu memang tidak tahu.” Malaikat Munkar dan Nakir memukulinya dengan tongkat besi. Meski timur dan barat menyatu, pukulan ini tidak berkurang. Kuburnya pun menyempit hingga tulang-tulang rusuknya tercecer. Pintu neraka dibukakan di hadapannya. Dia melihat tempat duduk di dalam neraka itu hingga tiba hari kiamat.

Hanya, ternyata siksa kubur pun berlaku bagi Muslim. Ath-Thahawy menyebutkan, dari Ibnu Mas’ud, Nabi SAW bersabda, seorang hamba dari hamba-hamba Allah diperintahkan disiksa dikuburnya dengan 100 deraan. Dia terus memohon kepada Allah dan berdoa kepada-Nya hingga deraan itu hanya sekali saja. Kuburnya pun dipenuhi dengan api.

Ketika dia terbebas dari siksaannya dan sadar, dia bertanya, “Mengapa kalian menjatuhkan hukuman dera kepadaku? Para malaikat menjawab, “Karena engkau shalat tanpa bersuci terlebih dahulu dan engkau melewati orang yang dizalimi dan engkau tidak menolongnya.”

Dalam riwayat lain yang tertulis pada HR Bukhari dan Muslim bersumber dari Ibnu Abbas disebutkan, Nabi SAW melewati dua kuburan. Dia pun bersabda, “Sesungguhnya dua orang yang dikubur ini benar-benar disiksa. Keduanya tidak disiksa karena dosa besar. Yang seorang (disiksa) karena tidak membersihkan setelah buang air kecil. Satunya lagi (disiksa) karena menyebarkan adu domba.”

Nabi SAW pun meminta pelepah daun kurma yang belum kering dan membelahnya menjadi dua. Dia bersabda, “Siapa tahu pelepah daun ini meringankan siksa keduanya selagi ia belum mengering.”

Sungguh dahsyat siksa kubur itu sampai-sampai hewan bisa mendengar orang yang sedang disiksa. Ibnu Qayyim menulis bahwa sebagian ulama berkata, beberapa kelompok orang di Mesir dan Syam pergi membawa hewan ternak mereka ke kuburan orang Yahudi, Nasrani, dan orang munafik saat hewan-hewannya mengalami sakit perut. Jika kuda itu mendengar siksa kubur, ia akan meringkik karena merasakan panas. Sakit perutnya pun bisa sembuh.

Ibnu Qayyim al-Jauziy menjelaskan, penyelamat dari siksa kubur adalah jika seseorang duduk barang sejenak sebelum tidur malam lalu menghisab dirinya mengenai apa kerugian dan keuntungan pada hari itu. Dia lalu memperbarui tobat yang sebenar-benarnya antara dirinya dan Allah. Dia pun tidur dalam keadaan taubat.

Dia berjanji tidak akan mengulangi dosa yang diperbuatnya jika kembali bangun pada keesokan harinya. Menurut Ibnu Qayyim, rutinitas ini hendaknya dilakukan setiap malam. Jika dia mati pada malam itu, dia wafat dalam keadaan bertobat. Jika bangun, dia siap untuk bekerja dengan senang hati karena ajalnya belum tiba. Dia masih mempunyai kesempatan untuk menghadap kepada Allah dan melakukan apa yang belum dilakukannya.

Menurut Ibnu Qayyim, ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Salman RA. “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Menyiapkan tali selama sehari semalam lebih baik daripada puasa sebulan beserta shalat malamnya. Jika dia meninggal, maka dia diberi balasan atas amal yang dilakukannya. Diberi pahala berupa rezekinya dan dia selamat dari ujian (kubur).’”

Dalam hadis lainnya yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzy dari Fudhalah bin Ubaid, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap orang yang meninggal disudahi berdasarkan amalnya, kecuali orang yang meninggal dalam keadaan mempersiapkan tali kudanya di jalan Allah. Sesungguhnya amalnya ditumbuhkan baginya hingga hari kiamat dan dia selamat dari ujian kubur.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement