Senin 13 Feb 2017 11:19 WIB

Pahami Diri Sendiri, Baru Bicara Cinta

Ilustrasi Keluarga Bahagia
Foto: pixabay
Ilustrasi Keluarga Bahagia

Oleh: Abdul Muid Badrun

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Siapa yang tidak pernah jatuh cinta? Setiap dari kita pernah jatuh cinta. Baik jatuh cinta sebelum menikah, saat menikah, atau setelah menikah. Tentu, cerita cinta di antara kita berbeda satu sama lain.

Ada yang sejak awal sampai akhir pernikahan penuh dengan kebahagiaan. Ada yang bahagia sebelum menikah tapi sedih dan kecewa ketika sudah menikah. Ada yang bahagianya setelah menikah. Ada pula yang bahagianya sebelum, saat, dan setelah menikah. Inilah ornamen hidup. Semua tergantung cara pandang kita menyikapinya. Beda orang tentu beda penyikapan.

Di sisi lain, ada juga yang sudah tidak percaya cinta. Karena baginya cinta itu bisa dibeli. Bahagia itu uang, bukan cinta. Bahagia itu materi, bukan rasa. Karena, rasa akan berubah seiring dengan materi tercukupi. Inilah postulat yang perlu diluruskan. Karena akan berbahaya jika uang sudah bisa membeli segalanya (money can buy all).

Cinta sumbernya di hati. Uang sumbernya di pikiran. Siapa mampu mengelola hati akan bahagia dan uang akan mudah didapat. Sifatnya lebih abadi. Beda dengan uang. Memang, uang bisa membeli kebahagiaan, tapi sifatnya sementara. Mau yang abadi atau sementara? Tentu memilih yang abadi.

Karena, hidup ini sebuah perjalanan menuju. Bukan perjalanan akhir. Jangan sampai terminal dunia ini jadi pemberhentian kebahagiaan sementara. Sementara perjalanan akhir, yaitu akhirat yang abadi, tidak kita prioritaskan. Bukankah Alquran mengajarkan bahwa akhirat jauh lebih baik dari dunia? (QS al-An'am [6]: 32; QS al-A'la [87]: 17; QS ad-Dhuha: 4).

Karenanya, memahami cinta sebaiknya berlatih dulu memahami diri sendiri. Selanjutnya dengan memahami diri sendiri dulu, maka akan bisa "melihat" Allah. Bukankah itu kebahagiaan sejati, bisa "melihat" Allah yang ada dalam diri kita?.

Sehebat apa pun dia, tanpa mampu memahami diri sendiri dulu, maka sejatinya dia tidak pernah merasakan cinta dan bahagia dunia. "Kenali diri dulu, maka kau akan mengenal Allah" (HR Bukhari-Muslim).

Kabanyakan dari kita sibuk memikirkan orang lain. Padahal orang lain belum tentu memikirkan kita. Aneh bukan? Pelajaran inilah yang saya dapatkan dari seorang sahabat yang menempatkan cintanya hanya pada Allah semata.

Katanya, "Saya memang cinta dan sayang sama dia (calon suaminya). Makanya, saya gantungkan cinta saya dulu pada Allah yang mengatur hatinya. Untuk apa saya kejar-kejar dia, biarlah saya kejar-kejar Allah dulu agar Allah atur hati dia hanya untukku."

Sungguh indah, jika kita memiliki rasa cinta kepada sesama manusia seperti dia. Cintanya murni kepada Allah. Dia yakin, hati manusia itu kuasa Allah. Makanya, dia sandarkan cintanya hanya pada Allah. Bukan pada manusia. Agar, ikhlas menjalaninya dan ringan menghadapinya.

Apa pun keputusan Allah, itulah yang terbaik bagi kita. Karena Allah lebih tahu yang terbaik untuk kita. Bukankah sudah banyak cerita, yang kita duga baik ternyata tidak dan yang kita persepsikan tidak baik ternyata malah baik bagi kita. Mari, menggantungkan cinta hanya pada Allah semata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement