Rabu 20 Apr 2016 07:00 WIB

Rasulullah Pun Berhenti Mendoakan Orang yang Enggan Bersyukur

Berdoa (ilustrasi)
Foto: X02867
Berdoa (ilustrasi)

Oleh ASM Romli

REPUBLIKA.CO.ID, Ishak bin Abdullah bin Abi Thalhah menceritakan, pada suatu hari datanglah seorang laki-laki ke hadapan Rasulullah SAW. "Bagaimana keadaanmu?" tanya Rasul kepada orang itu. "Alhamdulillah, saya bersyukur kepada Allah untukmu, wahai Nabi!" jawab orang itu. Mendengar jawaban tersebut, Rasul lalu mendoakannya.

Pada hari selanjutnya, orang tersebut kembali datang menemui Rasul. Seperti pada pertemuan pertama, Rasul pun menanyakan keadaannya. "Bagaimana keadaanmu?" "Baik," jawab orang tersebut pendek. Rasul hanya diam mendengar jawaban itu. Maka, dengan nada heran orang itu bertanya. "Ya Rasulullah, kemarin engkau menanyakan keadaanku, lalu engkau mendoakanku.

Hari ini engkau bertanya kepadaku, tetapi tidak mendoakanku. Mengapa demikian?". Rasulullah SAW menjawab, "Ketika aku bertanya kepadamu, engkau bersyukur kepada Allah. Sedangkan hari ini aku bertanya, tetapi engkau diam saja, tidak bersyukur kepada-Nya."

 

Kisah atau dialog yang dikutip dari buku Kitabusy-Syukur karya Abu Bakar Abdullah bin Muhammad tersebut, secara tersirat sedikitnya ada dua hal yang dapat kita ambil hikmah atau ibroh-nya. Pertama, kita harus senantiasa bersyukur kepada Allah, minimal secara lisan. Yakni, mengucapkan hamdalah.

Kedua, jawaban pendek orang tersebut, ketika ditanya Rasulullah untuk kedua kalinya, menunjukkan ia lupa bahwa keadaan baik pada dirinya, yakni sehat dan masih diberi umur untuk menikmati hidup ini (kesempatan). Sehat dan kesempatan adalah dua nikmat yang sering dilupakan atau tidak disadari. Akibatnya, orang pun lupa mensyukurinya. Sebagaimana ditegaskan Nabi SAW, "Ada dua nikmat yang kebanyakan manusia tertipu olehnya, yakni kesehatan dan kesempatan" (HR. Bukhari).

Bahkan, nikmatnya sehat sering baru terasa oleh kita pada saat kita sakit. Misalnya, betapa nikmatnya bernafas sering baru terasakan betul-betul ketika kita terserang flu. Nikmatnya makan baru terasakan ketika kita dilanda sariawan. Nikmatnya berjalan normal baru terasa ketika kita sakit karena kaki keseleo. Dan seterusnya.

Kesempatan pun demikian. Nikmatnya waktu luang sering baru terasakan ketika kita kepepet atau sibuk. Dan kesempatan terbesar, yang merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri, adalah hidup atau masih belum dicabutnya nyawa kita oleh Allah. Syukurilah kesempatan itu dengan menjalani hidup sesuai ketentuan Allah, beribadah pada-Nya, selalu beristighfar, tobat, dan lain-lain, sebelum ajal menjemput. Sedang kita tahu, datangnya ajal dapat kapan dan di mana saja

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement