Jumat 08 Jan 2016 06:19 WIB

Hikayat Shalat Dhuha

Shalat Dhuha di kantor (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Shalat Dhuha di kantor (ilustrasi)

Oleh Mahmud Yunus (Dosen tidak tetap STIT Muhammadiyah, Banjar).

REPUBLIKA.CO.ID,  Selain mendirikan shalat fardhu lima waktu Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh dengan sebaikbaik nya Rasulullah SAW menganjurkan beberapa macam shalat sunah. Salah satunya shalat Dhuha.

Dikatakan shalat Dhuha karena shalat sunah ini dilaksanakannya waktu dhuha. Yaitu dimulai kira-kira matahari sepenggalah hingga matahari terik menyengat di kulit. Uqbah bin Amir RA be r kata: "Ada tiga waktu di mana Nabi SAW melarang kami mendirikan shalat atau menguburkan jenazah seseorang di antara kami: ketika matahari terbit sampai tinggi, ketika seseorang berdiri di tengah bayangannya sampai matahari tergelincir, dan ketika matahari condong (seben tar lagi akan terbenam) sampai benarbenar terbenam" (HR Muslim).

Alhasil, terdapat dua waktu yang mengapit waktu dhuha: ketika matahari terbit sampai tinggi dan ketika sese orang berdiri di tengah bayangannya sam pai matahari tergelincir. Agar lebih praktis, Anda dapat menggunakan acuan berikut: diawali 15 menit sesudah terbit matahari dan diakhiri 15 menit sebelum waktu Dhuhur.

Kalau Anda ingin memilih waktu pa ling utama, sebaiknya menggunakan hadis ini sebagai rujukan. Al-Qasim asy- Syaibani berkata: "Zaid bin Arqam RA melihat beberapa orang mendirikan sha lat Dhuha". Kemudian Zaid berkata: "Seandainya mereka tahu, shalat Dhuha setelah waktu ini sebenarnya lebih utama".

Zaid melanjutkan, Rasulullah SAW bersabda: "Shalat awwabin adalah ketika anak unta mulai (merasa) kepanasan (tamradh al-fishal)" (HR Muslim). Awwabin adalah orang-orang yang memilih kembali kepada Allah. Sebagian ulama berpendapat: lantaran pada waktu tamradh al-fishal orang-orang cenderung memilih untuk berteduh/beristirahat.

Tidak demikian dengan awwabin, mereka justru menggunakan waktunya untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mendirikan shalat. Dengan begitu, Imam an-Nawawi menyimpulkan inilah waktu paling utama (afdhal) untuk mendirikan shalat Dhuha.

Dari Ummu Hani RA dia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW pernah masuk ke rumahku pada hari penaklukkan Mak kah. Lalu, beliau mandi dan mendi ri kan shalat delapan rakaat. Saya tidak pernah melihat shalat yang lebih cepat dari pada shalat tersebut. Hanya saja beliau menyempurnakan rukuk dan sujud dengan sempurna. Shalat tersebut adalah Dhuha" (HR Bukhari dan Muslim).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement